“Wacana amendemen kelima UUD 1945 selama ini hanya terjebak dalam isu PPHN. Seharusnya, amendemen berfokus pada bagaimana membentuk sistem yang bikameral,” kata Mahyudin dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Menurut Mahyudin, isu PPHN tidak terlalu mendesak. Ia menginginkan agar amendemen lebih fokus pada pembentukan sistem bikameral yang kuat dengan mengubah Pasal 22D dalam Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).
Ia juga menjelaskan kekhawatirannya mengenai PPHN. Bila PPHN menyerupai GBHN di masa lalu, maka MPR RI akan kembali menjadi lembaga tertinggi. Mahyudin mengatakan, itu berarti pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat menjadi tidak relevan.
Terwujudnya amendemen, khususnya Pasal 22D, bukan perkara mudah, kata Mahyudin. Diperlukan dukungan dari pemerintah daerah untuk berjuang bersama DPD RI demi kepentingan daerah.
Baca juga: Ketua DPD RI minta pemerintah waspadai varian Mu
Baca juga: Teras Narang dukung kebijakan Gubernur Kalteng terkait izin HTI
Baca juga: Ketua DPD harap kasus ibu curi susu jadi perhatian pemerintah
"Perlu ada keterbukaan, jangan tiba-tiba UU diketok. Kehadiran DPD RI di sini untuk meminta dukungan dalam rangka kepentingan daerah," tutur Mahyudin.
Senator asal Kalimantan Timur ini mengatakan, sejauh ini, kewenangan DPD RI yang telah diamanatkan oleh konstitusi belum optimal. Oleh karena itu, diperlukan dukungan penguatan dari daerah.
"DPD RI sudah periode ke empat, namun keberadaannya seperti ada dan tiada. Padahal, banyak orang berkualitas di DPD, bahkan ada 18 orang alumni kepala daerah," kata Mahyudin.
Mahyudin menambahkan, Pimpinan dan Anggota DPD RI periode 2019-2024 memiliki niat dan keinginan yang sangat serius untuk mewujudkan DPD RI sebagaimana cita-cita pendiriannya sebagai pengawal aspirasi dan kebutuhan daerah.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021