Hal itu dapat berpengaruh pada kesehatan mental di masa depan.
Smile Train mencatat, terdapat 540 bayi di dunia dan 1 dari 700 bayi di Indonesia terlahir dengan kondisi sumbing dan atau celah langit-langit mulut. Jika tidak ditangani dengan segera, berpotensi memberi dampak pada fisik, tetapi juga dari segi psikis.
Perbedaan fisik ini, membuat seorang anak mengalami penolakan dari lingkungan terdekat. Hal tersebut akan membuat anak tidak percaya diri, bahkan tidak jarang anak juga merasa cemas dan menyerah terhadap masa depannya.
"Karena adanya perbedaan fisik, anak dengan bibir sumbing mengalami dampak psikis yang bisa berasal dari dalam maupun dari luar dirinya, misalnya merasa tidak seberuntung anak-anak lain, merasa diperlakukan tidak adil hingga mengalami penolakan dari lingkungan sekitar berupa intimidasi, ejekan bahkan pengucilan," ujar Hanlie Muliani, M.Psi, Psikolog Klinis, Sahabat Orang Tua & Anak (SOA) Parenting & Education Support Center dalam webinar "Stop Bullying Bibir Sumbing!" pada Jumat.
Hanlie mengatakan kondisi ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat akan apa itu bibir sumbing dan bagaimana harus menyikapinya. Jika dibiarkan terus menerus, anak dapat merasa minder, putus asa, dan kecewa dengan kehidupannya.
Oleh karena itu, tindakan operasi juga perlu disertai dengan penanganan komprehensif yang meliputi pendampingan psikologis, baik kepada pasien maupun keluarganya.
Sebagai organisasi nirlaba terbesar di dunia yang memberikan perawatan sumbing komprehensif kepada anak-anak, kali ini Smile Train mengajak masyarakat untuk mendukung penghentian perundungan atau bullying yang kerap terjadi, dengan meluncurkan kampanye "Stop Bullying Bibir Sumbing!".
Peluncuran kampanye ini juga ditandai dengan video yang menunjukkan urgensi penanganan komprehensif terhadap kondisi bibir sumbing, termasuk dukungan psikologis yang berpengaruh terhadap kesehatan mental.
Secara alami, kondisi bibir sumbing dan/atau celah langi-langit mulut berpotensi membawa dampak fisik seperti kesulitan bicara, makan, dan bernafas, sehingga penanganan sebaiknya dilakukan sedini mungkin.
Pada pendampingan psikologis, penting untuk ditanamkan pula bahwa harga diri manusia tidak hanya diukur melalui tampilan fisik, namun pikiran, hati, dan perbuatannya.
Lebih lanjut, perundungan dari lingkungan sekitar berpotensi membuat anak-anak dengan bibir sumbing dan/atau celah langit-langit mulut merasa cemas akan masa depannya.
Video "Stop Bullying Bibir Sumbing!" dari Smile Train Indonesia, bermaksud untuk menggugah dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan mental anak yang mengalami bibir sumbing dan/atau celah langit.
"Kisah para pasien yang kerap mendapat perundungan atau pengucilan di lingkungannya selalu membuat kami tersentuh. Untuk itu, kami melihat pentingnya upaya nyata untuk meluruskan pola pikir ini, melalui edukasi kepada keluarga pasien dan masyarakat luas, serta dimulainya kampanye Stop Bullying Bibir Sumbing!," kata Deasy Larasati, Country Manager Smile Train Indonesia.
"Melalui kampanye ini, kami mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menghentikan segala bentuk bullying kepada mereka yang memiliki kondisi bibir sumbing dan/atau celah langit-langit mulut. Mari kita sama-sama lindungi senyum dan kesehatan mental mereka, untuk memberikan mereka masa depan yang lebih cerah," lanjutnya.
Sejak tahun 2002, Smile Train Indonesia telah memberikan operasi gratis kepada lebih dari 95,000 anak di penjuru Nusantara. Smile Train mengusung program Comprehensive Cleft Care (CCC) yang meliputi edukasi memahami kondisi sumbing, operasi, pelayanan terapi wicara, hingga konseling dan dukungan kesehatan mental; yang diberikan oleh Smile Train Indonesia bersama para mitranya secara gratis.
Baca juga: Psikolog: Jangan anggap bibir sumbing sebagai aib keluarga
Baca juga: Pusdokkes Polri pecahkan rekor MURI operasi bibir sumbing
Baca juga: Tompi dan Smile Train kampanye Tebar Satu Senyuman
Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021