Sebelum dijadwalkan mengakhiri misi evakuasinya di bandara Kabul pada 31 Agustus 2021, usai pasukan koalisi Amerika Serikat (AS) dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menarik pasukan dari Afghanistan, yang menandai berakhirnya peperangan hampir dua dasawarsa, Gerakan Taliban menguasai Afghanistan.
Taliban menguasai Ibu Kota Kabul pada 15 Agustus dan selanjutnya memaksa Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan pejabat tinggi lainnya untuk meninggalkan negara itu.
Tentu, kini dinamika yang terjadi di Afghanistan terus terjadi dan menjadi perhatian dunia, tidak terkecuali di Indonesia.
Adalah Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi yang menyatakan pengakuannya bahwa sudah bertemu perwakilan Taliban pada 26 Agustus 2021, setelah organisasi tersebut mengambil alih pemerintahan di Afganistan.
Setidaknya, ada tiga momentum pengakuan Menlu Retno Marsudi yang bisa dilacak. Pertama, lewat cuitannya di akun Twitter @Menlu_RI, Jumat (27/8/2021).
"Di sela-sela kunjungan saya ke Qatar, saya juga bertemu dengan Perwakilan Kantor Politik Taliban di Doha (26/08)," demikian cuitan itu.
Kedua, disampaikan dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR, Kamis (2/9).
Ketiga, juga saat menyampaikan pernyataan pers secara virtual, usai pertemuan dengan Menlu Australia Marise Payne, yang sebelumnya dilakukan temu Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan (2+2) Indonesia-Australia di Jakarta, Kamis (9/9).
Dari tiga momentum itu, dengan penegasan, "Indonesia tidak memiliki vested interest di Afghanistan, satu-satunya keinginan di Indonesia adalah melihat Afghanistan yang damai, stabil, dan makmur."
Ada tiga pesan dan isyarat yang disampaikan Menlu. Pertama, Indonesia mendorong pentingnya upaya pembentukan pemerintahan yang inklusif. Kedua, pentingnya jaminan bahwa Afghanistan tidak akan digunakan sebagai tempat pelatihan organisasi teroris, dan ketiga pentingnya penghormatan terhadap hak-hak perempuan.
Baca juga: Menlu RI: Keselamatan, kehidupan warga Afghanistan prioritas utama
Respons
Dari pesan yang disampaikan itu, meski tidak langsung menjawab, Juru bicara Taliban Suhail Shaheen kepada media massa internasional memberikan responnya.
Dinyatakan bahwa di bawah pemerintahan Taliban, kaum wanita Afghanistan akan memiliki hak untuk bekerja dan menerima pendidikan hingga tingkat universitas.
Lalu, tentang apakah wanita diizinkan untuk memegang posisi politik, disebutkan mereka dapat memegang posisi. Namun, posisi yang dapat mereka pegang adalah berdasarkan aturan Islam sehingga ada kerangka umum untuk mereka.
Sementara terkait kekhawatiran Afghanistan akan melindungi kelompok teroris, dalam perbincangan dengan Sharon M Sumolong, jurnalis Indonesia dari Narasi TV, Taliban akan berupaya memiliki hubungan yang baik dengan negara-negara Islam dan negara lain.
Ia menyebut dengan membangun kerja sama di berbagai sektor, lalu juga harus memiliki pendidikan dan rekonstruksi Afghanistan sehingga harus bertukar perwakilan dengan negara lain.
Dengan demikian, itu akan mengurangi atau menghapus kecurigaan dan kesalahpahaman. Di sisi lain itu akan berkontribusi pada stabilitas satu negara dan lainnya di Afghanistan dan negara-negara Muslim lainnya.
Sedangkan soal kabinet inklusif, Taliban pada Rabu (7/9), mengumumkan susunan kabinetnya yang baru.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid dalam konferensi pers di Pusat Informasi dan Media Pemerintah di Kabul mengatakan kabinet ini belum lengkap, masih bersifat sementara.
Untuk itu, Taliban akan berupaya merangkul pihak-pihak dari bagian lain Afghanistan.
Baca juga: Chappy: Perubahan kekuasaan di Afghanistan berpengaruh pada RI
Usai perang
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Afghanistan Mayjen TNI (Pur) Dr Ir Arief Rachman, MM, MBA menyatakan bahwa ada peran-peran yang bisa dilakukan kalangan organisasi kemanusiaan untuk membantu Afghanistan.
Peran itu adalah dalam wujud second track diplomacy (diplomasi jalur kedua) yang dilakukan oleh kalangan di luar pemerintahan, termasuk dalam bidang kesehatan masyarakat.
Karena itu, ia menyampaikan harapannya agar organisasi sosial kemanusiaan untuk korban perang, konflik dan bencana alam yang bergerak dalam bidang kegawatdaruratan kesehatan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia, yang sudah punya pengalaman di Afghanistan saat perang dulu, kini bisa berperan lebih aktif pascaperang.
Saat menerima kunjungan Tim MER-C di Jakarta pada 5 September 2021, yang terdiri atas Ketua Presidium dr Sarbini Abdul Murad dan anggota Presidium dan dr Henry Hidayatullah --keduanya sukarelawan bersama pendiri MER-C (alm.) dr Joserizal Jurnalis-- pernah bertugas dalam misi kemanusiaan ke Afghanistan pada tahun 2001 dan 2002 silam, Dubes Arief Rachman menyampaikan dukungannya kepada MER-C dalam melakukan second track diplomacy di Afghanistan.
Dubes menyatakan terima kasih dan suatu kehormatan berjumpa lagi dengan MER-C setelah hampir 20 tahun silam berpisah di Pakistan, yang kala itu ia menjadi Atase Pertahanan (Athan).
"Saya termasuk senang pada waktu itu, karena kedatangan MER-C di daerah tugas saya di Pakistan dan saya sempat melepas MER-C saat di Pakistan," ungkap Dubes Arief Rachman.
Ia berharap MER-C yang sebelumnya sudah pernah berperan di Afghanistan saat perang, saat ini usai perang harus lebih aktif, karena tentunya banyak bicara tentang rekonsiliasi, apalagi kaitannya dengan orang sakit, korban yang tentunya banyak dan memerlukan pemeliharaan ke depan.
Setelah perang tentunya korban-korban ada yang butuh waktu rehabilitasi satu bulan, tiga bulan bahkan mungkin tahunan.
Apabila MER-C membangun rumah sakit adalah yang paling tepat di daerah-daerah yang belum ada RS, sehingga peluang untuk ikut dalam kemanfaatan apalagi kesehatan bisa lebih besar.
Ketua Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad menyatakan sebagai organisasi kemanusiaan yang pernah bekerja di Afghanistan dan pernah diminta oleh Departemen Kesehatan untuk mendirikan rumah sakit di Afghanistan.
Maka apabila pemerintahan di sana telah terbentuk dan efektif, maka pihaknya akan berpartisipasi.
"Insya Allah MER-C akan membantu Afghanistan di bidang kesehatan, apakah itu ambulans, klinik atau rumah sakit. Insya Allah ini menjadi perhatian MER-C ke depan," katanya.
Kini, Indonesia berkesempatan kembali untuk memainkan peran internasional dan Afghanistan bisa dijadikan kolaborasi antara pelaksanaan first track diplomacy yang dilakukan pemerintah, dan diplomasi jalur kedua sebagai sinergi bersama organisasi swadaya masyarakat untuk membantu sisi kemanusiaannya.*
Baca juga: Ketum Gelora: Lebih penting antisipasi dampak persaingan AS-Tiongkok
Pewarta: Andi Jauhary
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021