Rima menuturkan bahwa saat ini, NPC memiliki pengurus yang tersebar di seluruh provinsi di Tanah Air. Pun demikian di kabupaten dan kota.
"Untuk tingkat provinsi tersebar di seluruh Indonesia, kecuali Sulawesi Barat yang sedang diperbarui kepengurusannya. Di tingkat kabupaten dan kota untuk di Pulau Jawa seluruhnya ada. Namun di luar Pulau Jawa tidak semua," ujar Rima kepada ANTARA, Jumat.
Dalam proses menuju pelatnas, pengurus NPC di daerah akan terlebih dahulu mencari bibit-bibit atlet potensial. Kemudian, pelatih di daerah mengklasifikasi mereka berdasarkan minat dan bakat, serta tingkat disabilitas. Setelah proses tersebut, kata Rima, pelatih akan mencoba beberapa alternatif cabang olahraga memungkinkan untuk mereka tekuni.
Baca juga: NPC Indonesia apresiasi perhatian pemerintah pada atlet disabilitas
"Kemudian ada pembinaan, atlet akan dibina secara amatir terlebih dahulu. Jika mereka punya bakat dan berpotensi akan dikirim ke kejuaraan tingkat regional, seperti Pekan Paralimpiade Kota atau Provinsi," Rima menuturkan.
Jika di tingkat regional atlet tersebut berprestasi, sambung Rima, mereka bakal dikirim untuk mewakili NPC provinsi masing-masing untuk Pekan Olahraga Nasional (Peparnas).
Atlet harus menunjukkan kemampuan mereka bisa bersaing di level nasional. Namun Rima menegaskan atlet yang berhasil meraih medali di Peparnas bukan jaminan bisa masuk pelatnas. Mereka akan tetap mengikuti tahapan selanjutnya, yakni seleksi nasional (seleknas).
"Kalau sudah di level Peparnas bibit-bibit atlet nasional sudah muncul. NPC pusat tinggal mengadakan seleksi nasional. Yang diambil untuk ajang-ajang internasional adalah mereka yang lolos seleknas," kata Rima.
Baca juga: Leani Ratri Oktila terima bonus Rp13,5 miliar dari pemerintah
"Jadi belum tentu juara Peparnas itu terpilih. Perparnas itu banyak kategorinya. Jangan salah paham, penentuannya itu ada di seleknas. Semua atlet yang ada di pelatnas itu adalah yang terbaik," Rima menuturkan.
Dalam prosesnya, setiap atlet yang ingin masuk ke pelatnas juga harus bisa mengalahkan atlet elite yang terpilih lebih dulu.
"Karena kalau sudah bicara di ajang luar negeri atau mengibarkan bendera Merah Putih di pentas internasional, kita selalu mencari yang terbaik. Tapi pola pembibitannya seperti itu tadi," kata Rima.
Adapun untuk atlet yang sudah berada di pelatnas juga tidak bisa berleha-leha. Mereka tetap harus bekerja keras untuk konsisten. Sebab, sistem promosi dan degradasi di pelatnas tetap diberlakukan.
Biasanya akan dilakukan per tiga bulan. Jadi setiap atlet di daerah yang memiliki prospek untuk mengalahkan atlet pelatnas, NPC pusat mempersilakan mereka untuk bersaing.
"Kita bisa bikin seleknas lagi. Tetapi kami akan melihat terlebih dahulu atletnya. Misalnya di para-atletik nomor sprint, mereka harus memiliki catatan waktu yang lebih baik dari atlet yang saat ini ada di pelatnas. Lalu kita panggil untuk mengikuti seleknas," kata Rima.
Dengan sistem tersebut, atlet yang sudah berada di pelatnas juga akan terpacu untuk terus meningkatkan kemampuan. Karena mereka juga bersaing dengan atlet daerah lainnya yang terus berjuang untuk bisa bergabung dengan skuad Merah Putih.
"Jadi kita transparan soal pelatnas. Misalnya, atlet parapowerlifting di luar pelatnas yang angkatannya bisa lebih baik, silakan langsung ke pusat dan kita seleksi dengan atlet pelatnas. Yang kalah pulang kampung dan latihan lagi."
Baca juga: Leani Ratri Oktila, menembus keterbatasan, mencetak sejarah
Rima berharap dengan perhatian penuh dari pemerintah pusat saat ini, akan banyak atlet disabilitas yang termotivasi untuk bisa masuk ke pelatnas dan berjuang mengibarkan bendera Merah Putih di pentas internasional.
Pemerintah sebelumnya menyalurkan bonus untuk peraih medali di Paralimpiade Tokyo. Nominalnya pun sama dengan Olimpiade Tokyo.
Peraih medali emas mendapatkan bonus sebesar Rp5,5 miliar, peraih medali perak Rp2,5 miliar, dan medali perunggu Rp1,5 miliar.
Pewarta: Muhammad Ramdan
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2021