Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Nova Harivan Paloh mengatakan, dorongan tersebut mengingat bahwa dalam sehari penduduk Jakarta memproduksi hingga 7.500 ton, sementara daya tampung TPST Bantar Gebang menyisakan 10 juta ton, dari total kapasitas 49 juta ton.
Namun hingga saat ini belum ada ITF yang dicanangkan Pemprov DKI terbangun atau beroperasi.
"ITF saja belum terbangun sampai sekarang. Ini bagaimana ada solusinya. Artinya tumpukan dari Bantar Gebang ini bisa dikurangi," kata Nova di Jakarta, Kamis.
Kalau ITF sudah selesai dibangun di wilayah Jakarta tentunya di sana sudah bisa mengecil volumenya. "Kalau sekarang sudah bisa kelola di Jakarta, rencana awal ada empat ITF itu sudah tidak perlu lagi kontrak dengan Bantar Gebang," katanya.
Baca juga: Gundukan sampah Bantar Gebang sudah 50 m, butuh peran masyarakat
Baca juga: DLH DKI dorong warga aktif pilah sampah rumah tangga
Senada dengan Nova, anggota Komisi D DPRD DKI Judistira Hermawan juga mendorong agar pembangunan empat Fasilitas Pengelolaan Sampah Antara (FPSA) atau ITF yang telah menjadi program prioritas Gubernur DKI dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2017-2022 itu, setidaknya dapat menampung volume sampah warga Ibu Kota yang telah terakumulasi hingga hampir delapan ribu ton per hari.
"Sampah yang kita hasilkan ini jumlahnya sangat besar, hampir 8 ribu ton per hari, dari rumah tangga, industri, perkantoran dan sebagainya, ini kan harus dikelola dengan baik, jangan sampai jadi masalah baru," kata Judistira.
Komisi D dalam kunjungan kerja ke TPST Bantar Gebang pada 29 Januari 2020 mendapatkan informasi mengenai antisipasi fungsi kelayakan TPST Bantar Gebang Bekasi saat ITF belum dilanjutkan.
Salah satunya melalui "pilot project landfill mining" yang dikerjasamakan dengan pihak swasta untuk penambahan umur TPST Bantar Gebang Bekasi hingga 1,5 tahun.
Bahkan menghasilkan produk seperti tanah kompos ataupun sampah anorganik yang diolah menjadi bahan bakar alternatif pengganti batu bara.
Cara ini disebut bisa mengurangi tumpukan sampah dan dapat dijadikan sebagai bahan bakar alternatif. Sampah yang akan dibuang nantinya masuk ke proses pengolahan "landfill mining" dan diproses menjadi "refused derived fuel" yang bisa dijadikan bahan bakar.
Baca juga: Jumlah sampah Jakarta ke Bantar Gebang meningkat tiap tahun
Baca juga: Komunitas relawan muda salurkan APD ke petugas TSPT Bantargebang
Bahan bakar ini nantinya bisa dimanfaatkan untuk industri pembangkit listrik dan sampah sisa pembakaran bisa digunakan untuk industri konstruksi seperti pembuatan semen.
Selain itu, kegiatan "landfill mining" akan dilakukan di Zona IC, IV dan III dengan luas lahan 29,26 hektare (Ha).
Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan reprofiling yang bertujuan menstabilkan lereng dengan pemasangan sheetpile di zona I, II dan V dengan total 47,46 Ha.
Serta, reprofiling dan penutupan zonasi alih fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Zona VI A dan VI B seluas 4,70 ha.
Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan, Pemprov DKI Jakarta akan mencarikan solusi terkait kontrak Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang yang kontraknya berakhir Oktober 2021 dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Termasuk, mempersiapkan pembangunan ITF yang dibangun di Sunter, Jakarta Utara.
"InsyaAllah kita punya pengelolaan sampah yang berteknologi tinggi, baik, seperti negara maju dunia," kata Riza.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021