Pelaksanaan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) perkebunan kelapa sawit di Tanah Air dinilai berjalan lebih cepat setelah terbit Perpres 44/2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dan Permentan Nomor 38/2020.Dalam setahun terakhir, telah terjadi percepatan penerbitan sertifikasi ISPO, sebab, kewenangan menerbitkan ISPO berada di tangan lembaga sertifikasi bukan lagi pemerintah. Wajar apabila ada percepatan
Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Mangga Barani di Jakarta, Kamis. menyatakan dalam setahun terakhir sertifikasi ISPO terlaksana lebih cepat karena tanggung jawab penerbitan sertifikat ISPO berada di tangan lembaga sertifikasi.
"Dalam setahun terakhir, telah terjadi percepatan penerbitan sertifikasi ISPO, sebab, kewenangan menerbitkan ISPO berada di tangan lembaga sertifikasi bukan lagi pemerintah. Wajar apabila ada percepatan,” ujarnya dalam Dialog Webinar bertemakan “Refleksi 10 Tahun ISPO: Percepatan Sawit Indonesia Berkelanjutan”.
Baca juga: Perpanjangan moratorium sawit akan perkuat mitigasi perubahan iklim
Sertifikasi ISPO dilakukan sejak 2011 dan sepanjang 10 tahun sudah melakukan tiga kali perbaikan peraturan dan perundang-undangan sertifikasi ISPO. Permentan No.19 Tahun 2011 yang digunakan dasar melakukan sertifikasi ISPO menerbitkan 127 sertifikat untuk perusahaan sepanjang tahun 2011-2015.
Periode kedua adalah Permentan Nomor 11 Tahun 2015 yang berjalan dari 2016-2019 telah menghasilkan 494 sertifikat terdiri dari 480 perusahaan, 4 KUD dan 10 koperasi.
Kemudian lahirlah Permentan No.38 Tahun 2020. Dalam Permentan baru ini seluruhnya dilakukan lembaga Sertifikasi (LS). Semenjak Juli 2020 sampai Agustus 2021 mampu menerbitkan 139 Sertifikat.
Percepatan ISPO perlu dilakukan diantaranya melakukan refreshment bagi auditor internal perusahaan dan LS serta penambahan auditor internal perusahaan sesuai standar minimal kemudian meningkatkan kesadaran, pemahaman, dan komitmen pelaku usaha perkebunan.
Selain itu penyempurnaan P&C Permentan No.38 Tahun 2020 karena jika tidak dilakukan akan menjadi hambatan, untuk itu, Mangga Barani mengusulkan pembentukan Sekretariat Komite ISPO lebih cepat.
"Ini sudah menjadi amanat Peraturan Menko Perekonomian, namun sampai hari ini belum terbentuk,” katanya dalam webinar yang diikuti 860 peserta lebih di sesi pertama dan sesi kedua mencapai 570 peserta.
Baca juga: Kementan terus pacu daya saing SDM perkebunan kelapa sawit
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono mengatakan, dalam 10 tahun ini ada kemajuan dalam sertifikasi ISPO yang mencapai 763 perusahaan.
“Anggota GAPKI sebanyak 496 perusahaan. GAPKI mencanangkan 100 persen sertifikasi ISPO pada 2020 dan itu sebuah keniscayaan karena ini kewajiban,” ujar dia.
Namun banyaknya hambatan dari pandemi, transisi ke ISPO baru dan faktor lain mengakibatkan target tersebut meleset. “Transisi agak delay karena ada 70 perusahaan sudah audit, namun pasca itu tidak jelas hasil proses sertifikasinya,” ujar Joko.
Untuk mempercepat sertifikasi ISPO, perusahaan sawit yang tergabung dalam GAPKI telah melakukan refreshment auditor dan melakukan pelatihan atau klinik sawit.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Mahmud menjelaskan, pemerintah mendorong agar ISPO menjadi bagian dari kepentingan nasional.
"Saat ini, pemerintah berupaya menyelesaikan terbentuknya sekretariat ISPO untuk mempermudah proses koordinasi ISPO," katanya.
Musdhalifah menuturkan ISPO bukan hanya untuk menjaga imej tetapi lebih besar lagi menjaga eksistensi kelapa sawit dari generasi ke generasi.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO ) Gulat ME Manurung menyatakanbahwa sertifikasi ISPO itu baik dan petani sawit komitmen untuk menuju ke sana.
Dia menyatakan dalam 10 tahun terakhir baru 12.600 hektare kebun petani yang bersertifikat ISPO.
Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021