"Penurunan kewajiban neto tersebut disebabkan oleh peningkatan posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN) yang lebih besar dari peningkatan posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN)," ujar Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat.
Posisi AFLN Indonesia yang meningkat, menurut dia, dikontribusikan oleh transaksi aset investasi langsung dan investasi lainnya, sehingga di akhir triwulan II-2021 tumbuh 1,2 persen secara kuartalan (quartal-to-quartal/qtq), dari 410,2 miliar dolar AS pada akhir triwulan sebelumnya menjadi 415,0 miliar dolar AS.
Selain karena faktor transaksi, peningkatan posisi AFLN juga ditopang oleh faktor revaluasi akibat pelemahan dolar AS terhadap mayoritas mata uang utama dunia dan peningkatan indeks saham di sebagian besar negara penempatan aset.
Baca juga: BI: posisi kewajiban investasi internasional Indonesia meningkat
Sementara itu, Erwin menyebutkan peningkatan posisi KFLN Indonesia disebabkan oleh aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung dan investasi portofolio, sehingga naik 0,2 perseb (qtq) dari 677,7 miliar dolar AS pada akhir triwulan I-2021 menjadi 679,1 miliar dolar AS di triwulan II-2021.
"Posisi KFLN yang meningkat tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung dan investasi portofolio seiring persepsi positif investor terhadap prospek perbaikan perekonomian domestik," katanya.
Namun, ia menilai peningkatan lebih lanjut tertahan oleh faktor revaluasi negatif atas nilai instrumen keuangan domestik sejalan dengan penurunan harga saham beberapa perusahaan di dalam negeri.
Baca juga: BI: posisi internasional investasi Indonesia membaik
BI memandang perkembangan PII Indonesia pada triwulan II 2021 tetap terjaga dan mendukung ketahanan eksternal, tercermin dari struktur kewajiban PII Indonesia yang didominasi oleh instrumen berjangka panjang.
Ke depan, bank sentral meyakini kinerja PII Indonesia akan tetap terjaga sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi Indonesia dari dampak pandemi COVID-19 yang didukung sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah, serta otoritas terkait lainnya.
"Meskipun demikian, BI akan tetap memantau potensi risiko terkait kewajiban neto PII terhadap perekonomian," tutup Erwin.
Baca juga: LIPI: UU Cipta Kerja gairahkan investasi dan perdagangan internasional
Baca juga: Ketidakpastian global mereda, kewajiban bersih PII Indonesia meningkat
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021