Serba-serbi keputihan

25 September 2021 18:05 WIB
Serba-serbi keputihan
Ilustrasi (Pexels)

Jangan pernah saling tuduh, misalnya langsung beranggapan pasangan 'jajan'

Keputihan adalah hal yang lazim terjadi pada perempuan, namun waspadai bila ciri-ciri keputihan yang dialami tidak normal, kata spesialis kandungan dr. Cynthia Agnes Susanto dari Universitas Indonesia.

Keputihan adalah keluarnya cairan dari alat genitalia yang bukan darah.

Ada tiga waktu di mana keputihan lazim terjadi pada perempuan usia produktif, yakni sebelum haid, sesudah haid dan menjelang ovulasi. Ini merupakan keputihan fisiologis atau normal. Ciri-cirinya adalah warna bening dengan tekstur seperti telur mentah, tekstur putih susu dan agak cloudy yang agak kental tanpa bau menyengat juga termasuk normal.

Sementara keputihan patologis adalah keputihan yang tidak normal.

Baca juga: Penjelasan ginekolog soal kondisi normal Miss V dan tanda infeksi

"Pertama candidiasis, dia putih, kental, seperti keju. Biasanya perih dan gatal. Karena gatal kita garuk-garuk dan menimbulkan luka di organ genital luar," jelas Cynthia dalam webinar kesehatan, Sabtu.

Candidiasis bisa sembuh sendiri. Namun, bila keputihan ini berulang dua hingga tiga kali dalam setahun, dia menyarankan untuk segera memeriksakan diri ke dokter.

Lalu, keputihan akibat bakteri yang warnanya putih tapi lebih encer. Warnanya juga bisa keabuan. Ciri utamanya adalah bau amis. Bakterial Vaginosis ini sering terjadi akibat perubahan pH pada vagina. Perubahan pH ini membuat koloni bakteri dan jamur mudah berkembang biak di organ kewanitaan.

Kemudian, Trichomonas yang memiliki ciri kuning kehijauan yang bisa diakibatkan infeksi menular seksual. Keputihan jenis ini sangat berbau.

Keputihan juga bisa terjadi akibat gonore yang ditandai dengan nyeri saat buang air kecil (anyang-anyangan) dan nyeri panggul serta perut. Keputihan ini juga bisa keluar dari penis, bukan cuma vagina.

Baca juga: Keputihan tak kunjung reda? Bisa jadi tanda kanker serviks

Keputihan terjadi bila kebersihan di vagina tidak terjaga secara benar. "Terlalu bersih atau terlalu kotor juga jadi faktor risiko," jelas dia.

Cara cebok yang salah bisa menimbulkan masalah. Dia mengingatkan untuk cebok dari arah depan ke belakang, dari saluran kemih ke arah anus. Lakukan secara searah, jangan bolak-balik. Jika cebok dari belakang ke depan, bakteri di anus bisa masuk ke dalam vagina dan menimbulkan risiko infeksi saluran kencing.

Bersihkan vagina dengan air bersih yang mengalir dan jangan lupa untuk keringkan dengan handuk kecil atau tisu lembut tanpa pewangi.

Ketika akan berkonsultasi dengan dokter seputar keputihan, bawa serta pasangan agar keduanya bisa disembuhkan karena bisa saja pasangan juga terinfeksi saat berhubungan intim. Jika hanya satu orang yang mendapatkan terapi kemudian sembuh, reinfeksi bisa terjadi.

Baca juga: Kisah penyintas kanker serviks, berawal dari keputihan

Cynthia menegaskan, keterbukaan dan komunikasi dengan pasangan adalah kunci utama.

"Jangan pernah saling tuduh, misalnya langsung beranggapan pasangan 'jajan'. Bisa saja kita tidak ngapa-ngapain hanya dari kamar mandi umum tapi kecipratan dan jadinya terkena gonore," ujar dia.

Untuk orang yang mengalami keputihan, dia mengatakan perhatikan warna, waktu, aroma dan apakah rasa gatal yang menyertai. Bila keputihan terjadi berulang-ulang dan tidak kunjung sembuh, dia menyarankan untuk segera memeriksakan diri ke dokter.

Pemakaian pantyliner tidak disarankan untuk mengatasi keputihan, apalagi jika dipakai setiap hari, karena bisa membuat vagina jadi lembab akibat pertukaran udara yang sulit terjadi. Lebih baik untuk mengganti celana dalam, utamanya berbahan katun, lebih sering dibandingkan memakai pantyliner.

Baca juga: Keputihan tidak biasa bisa jadi gejala kanker serviks

Baca juga: "Pilek" pada organ intim akibat GO beda dengan keputihan

Baca juga: Alasan ibu hamil perlu sering ganti celana dalam

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2021