Tanpa bertanya pada pihak medis, Endang memutuskan minum obat-obatan herbal atas rekomendasi teman-temannya yang pernah merasakan hal serupa.
"Dua bulan minum tetapi tetap keputihan. Menstruasi tiga hari. Lalu dua bulan kemudian enggak menstruasi. Saya pikir menopause. Jamunya habis bikin sendiri. Saya juga minum obat herbal dari semua harga," ujar dia di Jakarta, Rabu.
Suatu waktu, dia kembali menstruasi namun disertai pendarahan hebat. Endang lalu memutuskan berkonsultasi dengan dokter dan ternyata pada Mei 2017 dia didiagnosa kanker serviks. Kadar hemoglobinnya juga rendah, hanya 2,6.
"Di biopsi, lalu di USG. Kanker sudah seperempat serviks," kata dia.
Untuk mengatasi pendarahan, dokter menyarankan Endang menggunakan tampon. Bukan tampon biasa, melainkan yang terbuat dari kain kasa yang digulung lalu ditaruh di dalam vagina. Dia harus memakai tampon yang diganti setiap hari selama 10 hari.
Endang mengaku merasakan sakit luar biasa begitu tampon terpasang. Namun dia tak memiliki pilihan lain.
"Dipasang tampon pakai gulungan kain kasa ditaruh di vagina untuk hentikan pendarahan. Sakit sekali. Keluar darah sebesar batu bata. Waktu itu pakai tiga gulung kain kasa," tutur dia.
Pendarahan tak kunjung berhenti. Akhirnya, dokter menyarankan radiasi sembari menjalani kemoterapi. Saat menjalani radiasi, Endang mengalami rasa sakit sekaligus panas pada bagian perutnya.
Dia tak menampik terkadang mengalami kesulitan menahan efek radiasi dan kemoterapi. Namun, Endang bertekad melanjutkan pengobatan hingga tak ada lagi sel kanker menggerogoti tubuhnya.
Untuk membantu tetap semangat melawan kanker, Endang bergabung dengan komunitas Cancer Information and Support Center (CISC). Di sana, dia bisa berbagi duka sekaligus menghimpun semangat dari para anggota komunitas.
Kini, Endang bisa lega karena telah selesai menjalani pengobatan kanker serviks dan tak lagi menyandang status pasien, namun penyintas.
Berkaca dari kasus Endang, Prof. Dr. Andrijono SpOG(K) dari Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) menyarankan kaum hawa yang mengalami keputihan tak kunjung sembuh setelah pengobatan untuk memeriksakan diri ke dokter. Hal ini untuk mengetahui penyebabnya dan bisa segera mendapatkan penanganan medis.
"Kalau keputihan, diobati lalu muncul lagi, segera periksakan diri agar tahu apa penyebabnya. Bisa karena kuman atau apa. Pengobatan tergantung hasil pemeriksaan," tutur dia.
Kanker serviks bisa diawali gejala berupa keputihan (kanker menimbulkan lendir). Namun, biasanya ini baru muncul saat kanker sudah memasuki stadium dua atau lebih.
Baca juga: Keputihan tak kunjung reda? Bisa jadi tanda kanker serviks
Baca juga: Belajar dari kasus Jupe, ini pesan Sarwendah untuk kaum hawa
Baca juga: Perempuan banyak kena penyakit ginjal, ini alasannya
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019