Sebanyak 222 negara dan wilayah telah melaporkan lebih dari 230 juta kasus COVID-19 dan 4,7 juta kematian sejak kasus pertama dilaporkan ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Desember 2019 lalu.
Namun, tanpa kita sadari, telah ada penyakit lain di tengah-tengah kita yang membunuh secara diam-diam. Bahkan, faktanya penyakit ini telah menyebabkan hampir 18 juta kematian per tahun, menjadikannya empat kali lebih mematikan daripada COVID-19.
Penyakit kardiovaskular merupakan pembunuh nomor satu di dunia hingga saat ini.
Menurut WHO, diperkirakan 17,9 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskular pada 2019, atau setara dengan 32 persen dari total angka kematian global.
Dari angka kematian tersebut, 85 persen disebabkan oleh serangan jantung atau stroke. Sementara itu, berdasarkan data Statista, jumlah penderita penyakit jantung di Indonesia diperkirakan akan mencapai enam juta orang pada 2024.
"Pembunuh diam-diam itu adalah penyakit kardiovaskular,” kata Sigal Atzmon, Presiden & CEO Medix Group, penyedia solusi manajemen kesehatan melalui keterangan yang diterima pada Rabu.
Baca juga: Olahraga apa saja yang dapat memicu serangan jantung?
Baca juga: Penting, deteksi dini penyakit jantung bawaan anak
Solusi digital Medix juga menyediakan alat pencegahan dan penilaian digital yang dapat membantu mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan juga mendiagnosis sedini mungkin, sehingga penyakit masih dapat diobati dan dikelola.
Bertepatan dengan peringatan Hari Jantung Sedunia pada 29 September, Medix yakin sudah tiba waktunya untuk mengajak seluruh masyarakat Indonesia menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh penyakit kardiovaskular dan berbagai penyebabnya, termasuk di antaranya merokok, diabetes, tekanan darah tinggi, obesitas, dan polusi udara.
“Dengan begitu banyaknya pemberitaan tentang pandemi disertai dengan update angka kematian global, maka kita seakan-akan lupa bahwa ada penyakit lain – beberapa bahkan lebih mematikan daripada COVID-19. Penyakit-penyakit tersebut masih ada dan mengancam kesehatan dan kehidupan kita,” kata Sigal.
Dengan demikian, sangat penting untuk mendeteksi penyakit kardiovaskular sedini mungkin agar konsultasi dan pengobatan dapat segera dimulai. Hal ini dapat mencegah dan meminimalkan insiden gagal jantung, henti jantung, atau serangan jantung diantara pasien.
Namun, karena pandemi, proses deteksi dan pengobatan penyakit kardiovaskular ini menjadi cukup sulit dilakukan.
Bagi para pasien – terutama yang rentan dan berisiko jika tertular COVID-19 – disarankan untuk tinggal di rumah. Banyak pula yang karenanya menjadi enggan pergi ke rumah sakit karena takut, sehingga jadwal pengobatan teratur dengan dokter pun terlewatkan.
Pada saat yang sama, arahan untuk tetap di rumah juga membuat orang-orang kesulitan melakukan aktivitas fisik yang bermanfaat terhadap kesehatan, seperti olahraga.
Mengenai hambatan tersebut, Medix percaya bahwa teknologi digital memberikan solusi efektif untuk membantu memerangi penyakit kardiovaskular.
“Pandemi telah mempercepat penggunaan akses internet di Indonesia di banyak bidang, terutama layanan kesehatan. Kami melihat penggunaan teknologi digital sebagai alat perawatan kesehatan efektif dengan memperluas akses ke pencegahan penyakit, pengobatan dan menjaga kesehatan pasien," kata Sigal.
Menurut Sigal, teknologi dan data telah membantu seluruh masyarakat, tenaga kesehatan, hingga para pemangku kebijakan dengan menjembatani kesenjangan dengan cepat.
“Tujuannya agar memberdayakan kita semua, siapapun, dimanapun, untuk menggunakan alat digital demi pencegahan, diagnosis, dan perawatan kondisi kesehatan jantung yang lebih baik. Berlaku untuk siapa saja, tua dan muda, pria, wanita dan anak-anak, pasien, petugas kesehatan masyarakat, dokter, siapa pun," ujar Sigal.
Jaringan digital memang memiliki kekuatan untuk menghubungkan pasien dengan siapa pun yang mereka butuhkan, mulai dari keluarga dan teman hingga dokter dan spesialis, secara real-time, tujuh hari seminggu, 24 jam sehari.
Kita juga bisa menggunakan teknologi dan data untuk mencegah terjadinya insiden gagal jantung, henti jantung, atau serangan jantung. Dengan banyaknya aplikasi dari ponsel pintar dan perangkat wearable yang tersedia di pasaran, kita dapat menggunakan perangkat tersebut untuk menjaga kesehatan kita melalui pola makan dan olahraga.
"Tidak ada seorang pun yang harus merasa sendirian, apakah karena pandemi atau bukan, jadi mari kita gunakan teknologi untuk mengatasi perasaan terisolasi maupun kesenjangan dalam perawatan kesehatan,” ujar Sigal.
Fakta serangan jantung
Berdasarkan data dari berbagai jurnal dan penelitian, Medix menghimpun sejumlah fakta tentang perbedaan antara gejala serangan jantung pada pria dan wanita.
Pengetahuan tentang perbedaan antara gejala serangan jantung yang dialami pria dan wanita ternyata berperan besar untuk menyelamatkan nyawa. Berikut empat fakta mengejutkan yang tidak Anda ketahui tentang perbedaan antara gejala serangan jantung pada pria dan wanita;
1. Pria lebih mungkin terkena serangan jantung pada usia rata-rata lebih muda daripada rata-rata usia wanita (65 tahun untuk pria, 72 tahun untuk wanita). Namun lebih banyak wanita yang meninggal karena serangan jantung daripada pria.
Di antara penyebab tingkat kematian yang tinggi ini (rata-rata wanita memiliki usia harapan hidup yang lebih lama), tidak dapat dipungkiri bahwa lebih sedikit wanita yang melaporkan serangan jantung karena mereka bahkan tidak menyadari bahwa mereka mengalaminya.
Maka kurangnya kesadaran tentang hal ini berpengaruh pula terhadap perawatannya, yang jadinya bukan perawatan yang tepat, sehingga pada akhirnya menurunkan tingkat kelangsungan hidup. Jika dapat diatasi, maka usaha-usaha sederhana seperti deteksi dini dan pola hidup dapat menyelamatkan nyawa yang tak terhitung banyaknya.
2. Wanita yang mengalami serangan jantung cenderung menjadikannya gejala "Neoklasik" daripada pria. Artinya, ketika mengalami gejala penyakit jantung, wanita jarang menghubungkannya dengan serangan jantung secara real time, kebanyakan sering salah mengartikannya sebagai masuk angin, flu atau sakit perut.
Padahal kondisi serupa bila terjadi berulang-ulang bisa jadi merupakan satu gejala yang diabaikan.
3. Kemungkinan wanita mengalami sakit tenggorokan selama serangan jantung 12 kali lebih besar daripada pria. Wanita juga 3,7 kali lebih besar mengalami gangguan pencernaan dan 3,9 kali lebih besar kemungkinan untuk muntah ketika terjadi serangan.
Wanita juga lebih cenderung mengalami sesak napas tanpa rasa tidak nyaman di dada seolah-olah mereka telah berlari maraton tetapi sebenarnya tidak mengeluarkan energi yang berlebihan. Gejala ini disertai dengan rasa sakit atau ketidaknyamanan di lengan, punggung, dan rahang.
Sementara untuk kaum pria 4,7 kali lebih besar kemungkinan mengalami ketidaknyamanan di dada sisi kanan dan 3,9 kali lebih besar mengalami nyeri dada ketika serangan jantung terjadi.
“Deteksi dini dan pengobatan adalah kunci untuk selamat dari serangan jantung. Segera cari pertolongan medis atau bicara dengan profesional di bidang kesehatan Anda jika Anda mengalami salah satu gejala di atas. Tidak pernah terlalu dini untuk meminta bantuan,” kata Sigal.
Pola makan sehat, giat berolah raga atau menghindari pola hidup sedenter, serta rutin memeriksakan kesehatan, merupakan cara-cara yang dapat dilakukan untuk hidup sehat dan tentu saja terhindar dari penyakit kardiovaskular yang dapat membunuh dalam senyap.
Baca juga: Waspada peningkatan risiko penyakit jantung pada usia muda
Baca juga: "Use Heart to Connect" jadi tema Hari Jantung Sedunia tahun ini
Baca juga: Inovasi teknologi kesehatan dan digital untuk jaga kesehatan jantung
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021