"Gaya hidup mungkin lebih mengarah pada apa yang akan kita lakukan dengan obat-obatan yang mungkin expired (kedaluwarsa) atau mungkin yang sudah tidak dipakai atau rusak bentuknya, tergerus dan sebagainya, apakah kita punya sistem untuk hal tersebut, apakah kita sudah memberikan informasi kepada masyarakat, apakah masyarakat tahu bagaimana atau apa yang seharusnya kita lakukan," kata Wulan dalam Sapa Media virtual Limbah Farmasetika di Perairan Teluk Jakarta yang diadakan BRIN di Jakarta, Senin
Baca juga: Soal parasetamol, Riza minta warga tak buang limbah obat sembarangan
Hal itu disampaikan Wulan berkaitan dengan hasil riset yang dilakukannya bersama Prof Zainal Arifin yang merupakan peneliti oseanografi di BRIN, serta George WJ Olivier dan Corina Ciocan dari Universitas Brighton di Inggris, yang mengungkapkan konsentrasi parasetamol relatif tinggi di muara sungai Angke dan muara sungai Ciliwung Ancol di Teluk Jakarta.
Menurut Wulan, penting untuk masyarakat mendapatkan informasi benar atau sosialisasi terkait pengelolaan dan penanganan sisa atau limbah obat-obatan yang benar, misalnya ke mana membuang limbah itu dan proses apa yang harus dilakukan sehingga tidak membuang sembarangan atau langsung ke lingkungan.
Limbah obat-obatan dari rumah tangga tersebut sudah seharusnya dikelola dengan baik agar tidak menjadi sumber pencemaran terhadap lingkungan .
"Di sini sebenarnya yang mungkin bisa saya highlight (soroti) sebagai gaya hidup kalau sekiranya kita bisa tahu ke mana kita proses atau buang limbah rumah tangga parasetamol ini, ini akan lebih baik selain tadi penanganan air limbah," tutur Wulan.
Baca juga: BRIN : Riset lanjutan ungkap dampak limbah farmasi pada lingkungan
Ia mengatakan, ada banyak faktor yang bisa menimbulkan pencemaran parasetamol di Teluk Jakarta, sehingga tentu saja untuk mereduksi pencemaran dan mengatasi masalah itu, juga akan banyak yang harus dilakukan, termasuk gaya hidup menangani limbah obat-obatan di rumah tangga, dan teknologi pengelolaan air limbah yang lebih baik.
Terkait limbah obat-obatan dari industri, Wulan menuturkan perlu langkah lain secara khusus untuk mereduksi limbah tersebut. Itu merupakan ranah pemangku kepentingan terkait untuk mendorong kebijakan terkait pemantauan yang harus dilakukan terhadap pengelolaan limbah di industri.
"Sehingga kita bisa lihat dan mudah-mudahan kita bisa mendorong ke arah policy (kebijakan) supaya penanganan limbah ini bisa lebih baik. Kalau penanganan limbahnya bisa lebih baik, mudah-mudahan konsentrasi yang akan dilepas ke laut jauh lebih rendah, dan mudah-mudahan itu bisa tereduksi sampai efeknya nihil," ujarnya.
Baca juga: DKI kemarin, Deflasi hingga limbah parasetamol Teluk Jakarta
Sementara peneliti oseanografi BRIN Prof Zainal Arifin mengatakan, hasil temuan itu hendaknya bisa direspons masyarakat untuk lebih berhati-hati agar tidak mencemari lingkungan dengan limbah obat-obatan.
"Masyarakat atau kita perlu hati-hati saja, waspada ini loh ada konsentrasi selain bahan pencemar lain, yakni parasetamol yang ditemukan," ujarnya.
Baca juga: Soal parasetamol, Riza minta warga tak buang limbah obat sembarangan
Zainal menuturkan pemerintah perlu melakukan pemantauan untuk publik agar lebih berhati-hati dan tidak sembarangan membuang sisa obat ke lingkungan.
"Kita harus lebih bertanggung jawab karena tidak bisa semua diserahkan kepada pemerintah," ujarnya. ***3***
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2021