Selain itu, kata dia, sumber air baku warga Jakarta hanya dari dua lokasi, yakni Waduk Jatiluhur dan air tanah.
"Cakupan pengadaan air pipa kita baru 64 persen, itu kan tidak pantas lah kalau kita melarang air tanah," kata Yusmada di Jakarta, Selasa.
Namun demikian, Yusmada menyebutkan, telah ada aturan yang diterapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk membatasi penyedotan air tanah dengan mekanisme pajak tanah.
"Sudah diatur di Perda Nomor 10 Tahun 1998, melakukan pengendalian air tanah dengan mekanisme pajak air tanah. Itu dalam kerangka kita mengendalikan air tanah, terutama air tanah dalam yang komersial," katanya.
Baca juga: PUPR: SPAM Jatiluhur-Karian jadi andalan pasok air baku Jakarta
Baca juga: DKI tingkatkan layanan air bersih pipa guna cegah penurunan tanah
Pemprov DKI juga sedang menggodok regulasi untuk mengatur zona bebas air tanah dalam bentuk Peraturan Gubernur DKI. Zona tersebut akan ditetapkan pada lokasi-lokasi yang sudah terjangkau jaringan air perpipaan.
"Area-area yang sudah dilayani perpipaan sudah cukup wajib kita melakukan pelarangan air tanah. Zona bebas air tanah sedang disiapkan peraturan gubernurnya," kata Yusmada.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Diana Kusumastuti mengatakan, pemerintah pusat telah mengimbau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan air minum baku untuk masyarakat guna mengalihkan penggunaan air tanah ke perpipaan.
Saat ini sudah ada pembahasan hal tersebut. Nantinya ada beberapa sumber air yang bisa digunakan, misalnya, dari Jatiluhur, Serpong
sampai Juanda.
"Hal ini karena Jakarta tidak punya sumber air baku, makanya masyarakatnya masih pakai air tanah," kata dia dalam konferensi pers di kantor Kementerian PUPR, Senin (4/10).
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021