"Alhamdulillah, di Kecamatan Asemrowo masih ada petani tambak garam, sekitar 20 hektare kawasan di sini. Setiap satu tahun, mereka bisa panen sampai 10 ton (per petak) dan panen ini dilaksanakan secara periodik antara lima sampai tujuh hari sekali," kata Camat Asemrowo Surabaya Bambang Udi Ukoro saat melihat langsung proses pengolahan garam di Tambak Sarioso, Rabu.
Sejak puluhan tahun yang lalu, mereka menggarap lahan tambak garam dengan luasan total sekitar 20 hektare. Setidaknya, ada enam sampai tujuh warga Asemrowo Surabaya yang menggarap lahan tersebut dan terbagi ke dalam beberapa petak.
Setelah melihat langsung proses pengolahan garam, Bambang Udi menyatakan bakal berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DKPP) Surabaya agar ada pembinaan yang lebih masif kepada petani garam di wilayahnya.
Saat ini para petani membutuhkan bantuan geomembran atau terpal agar kualitas produksinya meningkat. "Kami akan coba menghimpun dulu jumlah dari petani garam yang ada di Kecamatan Asemrowo untuk diteruskan ke DKPP," katanya.
Selain itu, Bambang juga mengaku siap memfasilitasi warganya yang membutuhkan pembinaan seperti pelatihan dan pendampingan agar kualitas produksi garam lebih meningkat. Tentunya dalam teknis pembinaan itu, pihaknya bakal berkoordinasi dengan DKPP Surabaya.
"Mungkin warga kami Kecamatan Asemrowo ada memang yang membutuhkan uluran bantuan tentang mekanisme pembuatan garam di wilayah supaya produksi garam ini lebih baik atau lebih unggul," katanya.
Ke depan diharapkan, para petani di wilayahnya itu dapat memiliki produk garam sendiri. Sebab, selama ini, hasil pengolahan garam mereka langsung disuplai ke pabrik-pabrik yang ada di wilayah Kecamatan Asemrowo.
"Tentunya kami berharap para petani ini bisa membuat produksi sendiri, baik itu mekanisme mulai dari pembibitan sampai dengan panen. Hasil panen itupun kalau bisa diproduksi (dikemas) sendiri. Karena selama ini hasil panen langsung masuk ke pabrik," katanya.
Satu di antara petani garam di Kelurahan Tambak Sarioso, Kecamatan Asemrowo Surabaya adalah Heri Susanto. Sejak puluhan tahun, ia bersama rekan-rekannya menggarap lahan tambak untuk pengolahan garam. Menurutnya, kualitas produksi garam yang dihasilkan dapat tergantung dari pola yang diterapkan.
"Untuk meningkatkan produktivitas garam, kita membutuhkan geomembran atau terpal. Kalau pakai geomembran itu kualitas dan mutu garam bisa lebih bagus dan halus," kata Heri Susanto.
Menurut Heri, jika menggunakan geomembran atau terpal, kualitas garam yang dihasilkan juga lebih bersih. Artinya, garam tersebut tidak tercampur dengan tanah. Dengan hasil produksi yang bersih itu, maka nilai jual garam bisa lebih tinggi.
"Ada dua jenis garam yang kita produksi, geomembran dan langsung tanah. Kalau pakai geomembran (terpal), kualitasnya bagus, kalau alasnya tanah itu hasilnya garam grosok. Sebagai petani garam diusahakan pakai terpal atau geomembran," ujarnya.
Dalam satu tahun, Heri menyebut, ia bersama rekan-rekannya mampu menghasilkan antara 10-20 ton garam dari setiap satu petak lahan tambak sekitar 10.000 meter persegi atau 1 hektare. Hasil produksi garam langsung dikirim ke pabrik yang ada di wilayah Kecamatan Asemrowo.
"Produktivitas garam tergantung cuaca juga. Kalau cuaca bagus produktivitas juga bagus. Dalam satu tahun, per kotak (petak) itu bisa panen 10-15 ton dalam satu tahun, hasil panen kita kirimkan langsung ke pabrik," katanya.
Baca juga: Bantu petani, PKS beli 10 ton garam rakyat di Madura
Baca juga: Asosiasi Petani Garam harapkan PPKM tak berlaku secara menyeluruh
Baca juga: Moeldoko: Perlu pembinaan petani untuk tekan kebutuhan impor garam
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021