“Kadang kita lupa, kalau dulu kita pernah menjadi anak-anak. Makanya, kenapa film ini kita sebut #NussaUntukSemua, kita ingin memberikan rasa nostalgia, bukan hanya kita sebagai anak tapi mungkin di masa mendatang kita juga akan menjadi orang tua dan menjadi kakek nenek yang bisa menceritakan hal-hal baik untuk cucu-cucu kita,” kata Anggia saat menghadiri penayangan spesial film “Nussa” di XXI Plaza Senayan, Jakarta, Jumat malam (8/10).
Baca juga: Asri Welas refleksikan pengalaman parenting melalui "Nussa"
Film ini berkisah tentang seorang anak berusia 9 tahun bernama Nussa yang berpartisipasi dalam kompetisi sains di sekolahnya untuk membuat ayahnya bangga. Namun eksperimen roketnya gagal dan perhatian jatuh ke roket Jonni, anak baru di sekolah sekaligus rival lomba bagi Nussa.
Berbeda dengan versi edutainment series-nya, versi film menghadirkan eksplorasi setiap karakter di dalamnya. Anggia mengatakan pihaknya ingin memperkenalkan semesta kehidupan Nussa yang tidak pernah ditampilkan di versi edutainment series, salah satunya kehadiran karakter Abba (ayah Nussa) yang pertama kali ditampilkan di versi film.
Anggia menyebutkan melalui penggambaran di dalam film, karakter Nussa dibiarkan tampil mengalir menjadi manusiawi yang memiliki rasa cemburu bahkan egois. Ia dan tim memiliki visi bahwa suatu ide atau cerita dapat mengalir dengan baik karena mengandung relevansi di kehidupan semua kalangan.
“Saya percaya sekali, nilai baik dalam film ‘Nussa’ di setiap karakternya adalah wakil dari kita semua,” katanya.
Senada dengan hal tersebut, aktris Fenita Arie yang berperan sebagai pengisi suara karakter Umma (ibu Nussa) merasa cerita film “Nussa” sangat berkaitan erat dengan pengalaman menjadi orang tua bagi anak-anaknya.
“Orang menyangka film ‘Nussa’ untuk anak-anak saja. Enggak. Ini bisa untuk semua kalangan usia apalagi untuk para orang tua,” ujarnya.
Sebagai orang tua, Fenita mengaku mendapat pembelajaran berharga dari film ini, apalagi dirinya memerankan sosok Umma yang terus mendampingi dan mendukung anak-anak mereka sehingga menjadi ibu yang luar biasa.
“Kita selalu merasa bahwa kita [orang tua] yang paling benar buat anak-anak kita, tapi ternyata masih banyak lagi pembelajaran yang bisa kita dapatkan. Kadang kita egois sama anak-anak merasa bahwa ‘aku sudah paling benar’ atau yang kita terapkan sudah paling benar, tapi ternyata tidak seperti itu,” kata Fenita.
Sebelum resmi tayang di bioskop tanah air pada 14 Oktober, film “Nussa” tayang lebih dulu secara terbatas di belasan kota besar di Indonesia. Sayangnya, anak berusia di bawah 12 tahun belum bisa menonton karena protokol kesehatan COVID-19 yang ditetapkan pemerintah belum mengizinkan mereka memasuki bioskop.
“Doakan saja, semoga nantinya kami bisa mempertontonkan ‘Nussa’ di sebuah platform yang mungkin jadi lebih inklusif. Tapi untuk sekarang, karena kita tahu film ‘Nussa’ bisa nikmati bukan hanya anak-anak, maka kami ingin memberikan pengalaman menonton ini kepada teman-teman di bioskop,” kata Anggia.
Ia juga menegaskan dengan menonton film di bioskop, maka industri dan ekosistem perfilman Indonesia bisa terus hadir dan tumbuh karena didukung oleh semua penikmat film.
“Yang pasti jangan ditonton bajakan, bikinnya susah banget. Lama lagi produksinya, itu hampir tiga tahun,” pungkasnya sambil menekankan termasuk lebih dari 130 animator Indonesia terlibat dalam pengerjaan film ini di tengah menghadapi tantangan situasi pandemi COVID-19 yang membatasi aktivitas dan pertemuan.
Baca juga: Tiket penayangan spesial film "Nussa" laris manis
Baca juga: Film "Nussa" akan diputar di bioskop mulai 14 Oktober
Baca juga: Animasi "Nussa" tayang perdana di Korea Selatan
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021