"Masyarakat digital dibangun dengan konsep segitiga. Paling atas adalah pimpinan digital. Lapis tengah adalah talenta digital. dan yang paling bawah adalah literasi digital," kata Hary dalam keterangan pers Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), Senin.
Baca juga: Tangkal hoaks, budaya baca masyarakat harus ditingkatkan
"Harapan kami dengan menyasar mulai dari tingkat pimpinan, kemudian masyarakat menengah sampai ke literasi, masyarakat bisa berkembang dan masuk ke ekonomi digital, sehingga transformasi digital dapat terakselerasi," ujarnya menambahkan.
Mengenai upaya meningkatkan literasi digital dan kearifan lokal, Hary mengatakan Kominfo fokus mengembangkan literasi digital dan target sampai 2024 adalah 50 juta masyarakat yang mengikuti program literasi digital.
"Artinya, setiap tahunnya ada 12,5 juta masyarakat yang harus mendapat literasi digital," kata Hary.
Lebih lanjut, ia mengatakan Kominfo sudah membuat suatu modul yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan literasi digital mereka.
Modul tersebut berisi beberapa fokus antara lain cakap bermedia digital, etis bermedia digital, aman bermedia digital, dan budaya bermedia digital. Kominfo terbuka untuk menambahkan kearifan lokal dalam modul tersebut.
Dengan literasi digital yang kian meluas, diharapkan bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi digital nasional.
Kominfo mencatat ekonomi digital Indonesia pada 2020 mencapai 44 miliar dolar AS (sekira Rp632 triliun). Diprediksi pada 2025, nilai ekonomi digital meningkat menjadi 124 miliar dolar AS dan menjadi senilai 315,5 miliar dolar AS pada 2030.
"Hanya dalam 5 tahun saja ekonomi digital Indonesia akan tumbuh kurang lebih 3 kali lipat pada 2025 menjadi Rp1.760 triliun. Pertanyaannya, siapa yang akan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi digital ini? Tentu akan sayang sekali kalau Indonesia hanya berperan sebagai konsumen atau pasar saja," tambah Direktur Digital Business PT Telkom Indonesia Tbk, Muhammad Fajrin Rasyid.
Fajrin mengatakan, pada 2020, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 175,4 juta, dengan jumlah ponsel yang terhubung ke jaringan sebanyak 338 juta ponsel atau 124 persen dari total populasi Indonesia.
Jumlah tersebut, lanjut Fajrin, sangat besar dan masih akan terus tumbuh dalam beberapa tahun ke depan.
Ia memaparkan, kearifan lokal kental hubungannya dengan posisi perusahaan rintisan (startup) lokal dalam menghadapi kompetisi dengan pemain global.
"Kalau kita melihat beberapa contoh di Indonesia, dalam beberapa kasus startup lokal atau yang dibangun di Indonesia dapat berkompetisi dengan startup global. Dalam beberapa kasus, memaksa pemain global tersebut untuk berhenti beroperasi atau merger," paparnya.
Fajrin menambahkan, beberapa rahasia dari startup yang bisa bersaing dengan startup global adalah kearifan lokal itu sendiri.
"Kearifan lokal membuat startup Indonesia mampu atau mencoba untuk memahami local market dengan lebih baik lagi. Kemudian dari sisi model bisnis, lahir fitur-fitur atau hal-hal yang dekat terhadap pasar Indonesia atau dalam negeri, yang sulit dipenuhi atau dicapai oleh startup global," imbuhnya.
Baca juga: Kominfo gencarkan literasi digital di Papua Barat
Baca juga: Siberkreasi: Generasi muda perlu panduan literasi keamanan digital
Baca juga: Kenali info hoaks agar tak terjerat UU ITE
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021