Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menekankan kerja sama Australia-UK-US (AUKUS) jangan sampai meningkatkan ketegangan di kawasan Indo Pasifik maupun dunia pada umumnya.
Kerja sama AUKUS tersebut diumumkan Perdana Menteri Australia Scott Morrison, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada 15 September 2021.
"AUKUS yang fokus pada peningkatan kapasitas Angkatan Laut Australia (RAN) selama 18 bulan di bidang pembuatan kapal selam bertenaga nuklir serta 'additional undersea capabilities', jangan sampai mendorong berkembangnya perlombaan senjata dan meningkatkan tren 'pamer' kekuatan militer antarberbagai negara dunia," kata Bambang Soesatyo dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Baca juga: MPR ajak generasi muda pandai gunakan medsos
Hal itu dikatakannya usai menerima Duta Besar Australia untuk Indonesia H.E. Ms. Penny Williams, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan Dubes Australia Penny Williams menjelaskan propeller kapal selam yang ditingkatkan Australia melalui AUKUS menggunakan kekuatan nuklir, bukan kapal selam yang akan membawa senjata nuklir.
Menurut dia, Dubes Penny menjelaskan AUKUS bukan sebuah perjanjian atau pakta tetapi pengelolaan keamanan sehingga bukan untuk membangun kemampuan nuklir sipil.
"Australia tetap mendukung perjanjian nonproliferasi nuklir serta tetap berkomitmen menjaga perdamaian kawasan. Sebagai tetangga terdekat, kita sangat mengapresiasi komitmen tersebut, dan berharap bisa diimplementasikan dengan baik," ujar Bamsoet.
Baca juga: Ketua MPR RI apresiasi terbentuknya Komponen Cadangan
Dia menjelaskan Australia juga mendukung kedaulatan Indonesia, termasuk terhadap keberadaan Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut dia, hal itu karena hubungan kedua negara yang senantiasa dilandasi asas saling menghormati dan saling mendukung kedaulatan, kesatuan, kemerdekaan, dan integritas wilayah.
"Itu sebagaimana tertuang dalam 'Agreement between Australia and the Republic of Indonesia on the Framework for Security Cooperation/Lombok Treaty' yang ditandatangani pada 13 November 2006," katanya.
Dia menjelaskan selain kerja sama di bidang politik dan pertahanan, Indonesia-Australia juga memiliki kerja sama di bidang ekonomi yang diimplementasikan melalui "Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership" (IA CEPA).
Baca juga: MPR: Pemerintah intensif lobi Arab Saudi terkait ibadah haji-umroh
Menurut dia, IA CEPA diberlakukan pada 5 Juli 2020 untuk memperluas pasar produk Indonesia, kerja sama investasi, dan penempatan tenaga kerja terampil Indonesia.
Bamsoet menekankan pentingnya peningkatan ekspor sawit Indonesia ke Australia, sekaligus menyoroti masih adanya beberapa hambatan perdagangan produk Indonesia ke Australia.
"Di antaranya, hambatan nontarif seperti tingginya standar karantina, tuduhan dumping untuk komoditas kertas dan baja, failed products yang dikenakan terhadap beberapa produk ekspor Indonesia ke Australia, dan persyaratan packaging serta labeling lainnya," ujarnya.
Dia berharap melalui IA-CEPA, berbagai hambatan tersebut bisa diatasi sekaligus meningkatkan investasi Australia di Indonesia.
Menurut dia, Australia merupakan salah satu investor terbesar di Indonesia. Pada tahun 2018 jumlah investasinya mencapai 597,43 juta dolar AS yang tersebar di 1.066 proyek.
"Pada tahun 2019 mencapai 348,27 juta dolar AS yang tersebar di 1.378 proyek. Pada tahun 2020 investasinya tercatat mencapai 348,55 juta dolar AS yang tersebar di 1.665 proyek. Sedangkan di Q1-Q2 2021, nilai investasinya tercatat sudah mencapai 100,66 juta dolar AS yang tersebar di 803 proyek. Kita harap ke depannya jumlah tersebut bisa semakin ditingkatkan," katanya.
Selain itu dia menyambut baik kehadiran Kampus Monash University Indonesia di Green Office Park 9, Bumi Serpong Damai (BSD) City, Tangerang Selatan.Hal itu sebagai bentuk kerja sama peningkatan pendidikan antara Australia dengan Indonesia yang dapat berkontribusi bagi peningkatan pembangunan sosial dan teknologi.
"Monash University Indonesia yang fokus pada empat jurusan di program pascasarjana, yakni Sains Data (Data Science), Kebijakan Publik (Public Policy), Desain Perkotaan (Urban Design), dan Inovasi Bisnis (Business Innovation) harus bisa bekerja sama dengan kampus negeri di berbagai wilayah Indonesia," katanya.
Menurut dia, kerja sama tersebut agar ada kolaborasi antara kampus negeri dengan kampus asing dalam meningkatkan mutu pendidikan dan hasil peserta didik Indonesia.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021