Tim Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal mengusut tuntas siapa pun yang turut menikmati hasil korupsi dari pengelolaan saham di PT Asabri (Persero), termasuk menyeret mitra para tersangka, salah satunya terdakwa Heru Hidayat, serta menyita asetnya.Kami akan kejar (mitra tersangka, Red), kalau memang hartanya hasil korupsi pasti kami kejar terus.
"Kami akan kejar (mitra tersangka, Red), kalau memang hartanya hasil korupsi pasti kami kejar terus," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Supardi saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Hingga kini, tim penyidik gencar memburu sejumlah aset milik tersangka untuk menutupi jumlah kerugian negara dalam megakorupsi PT Asabri (Persero) sebesar Rp22,78 triliun.
Sejumlah mitra para tersangka yang juga diduga turut menjadi aktor pelaku dan merupakan pemilik saham yang bertransaksi secara langsung ke Asabri hingga saat ini belum tersentuh secara hukum.
Padahal saham mereka sampai hari ini masih ada di Asabri, bahkan jumlahnya saat ini masih melebihi batas ketentuan kepemilikan saham, yaitu di atas 5 persen. Seperti pada saham FIRE yang menurut data KSEI kepemilikan Asabri saat ini masih di atas 20 persen. Dengan potensi kerugian mencapai Rp2 triliun.
Supardi menyatakan saat ini timnya masih berupaya terus guna mengungkap megaskandal korupsi di Asabri. Munculnya fakta baru akan menjadi dasar penyidik untuk menyeret semua pihak yang terlibat.
Dalam kasus Asabri ini, penyidik telah menyita sejumlah aset milik terdakwa Benny Tjokrosaputro, yang menurut pengacaranya di beberapa media melebihi nilai kerugian yang ditanggungkannya. Termasuk aset milik adiknya, Teddy Tjokrosaputro yang juga ditetapkan sebagai tersangka ikut disita.
Sebaliknya, dalam penanganan terdakwa Heru Hidayat, penyidik hingga saat ini masih belum melakukan penyitaan yang memadai. Bahkan, dua mitranya, yakni AP (selaku partner pada kepemilikan saham FIRE, IIKP, TRAM, SMRU) dan AR (selaku partner & juga pemilik saham FIRE) belum dilakukan proses hukum.
Menurut data yang diperoleh, AP pernah dalam satu hari saja (26/7/2018) menjual saham FIRE seharga Rp 5.650/lembar di atas 10x harga IPO, senilai Rp230 miliar.
Kemudian, AR dalam sehari tanggal 5 Desember 2018 juga melepas saham FIRE dengan harga Rp 5.550/lembar atau 10x lebih dari harga IPO, senilai Rp240 miliar.
Karena itu, terhadap mitra Heru diduga sangat penting untuk dilakukan pemeriksaan dalam upaya penyidik mengejar sejumlah aset penggantian kerugian negara atas kasus Asabri. Kepemilikan saham oleh Asabri atas saham-saham grup Heru tercatat telah melampaui batas ketentuan di atas 5 persen. Seperti pada kepemilikan saham FIRE (23,6 persen), PCAR(25,14 persen), IIKP (12,32 persen), dan SMRU (8,11 persen).
"Makanya kami lihat ada fakta baru ke sana nggak, kami akan kejar," kata Supardi yang juga pernah diperbantukan di KPK.
Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Muzakir meminta tim penyidik Kejagung agar mengusut kasus dugaan korupsi PT Asabri (Persero) secara komprehensif dan jeli. Terutama dalam menutup jumlah kerugian negara dengan menyita sejumlah aset yang diduga hasil korupsi.
"Kalau mau komprehensif angkat saja perbuatannya. Siapa saja yang terlibat libas saja semuanya dong," kata Prof Muzakir, dikonfirmasi terpisah.
Karena itu, lanjut Prof Muzakir, para pihak yang diduga memiliki keterkaitan dan keterlibatan dengan perkara PT Asabri harus diperiksa, sehingga dengan keterangan saksi tersebut akan terang perbuatan melanggar hukumnya.
"Pihak-pihak diduga memiliki keterkaitan itu semua mesti diperiksa dengan tujuan untuk memastikan apakah terperiksa adalah pelaku atau bukan," ujar Muzakir.
Direktur Eksekutif Indonesia Justice Watch Akbar Hidayatullah ikut menanggapi adanya pihak yang diduga memiliki keterkaitan tetapi belum kunjung diperiksa, akan menimbulkan pertanyaan publik adanya tebang pilih dalam pengungkapan kasus megakorupsi PT Asabri (Persero).
"Menurut saya keganjilan, nanti publik mengira-ngira ada tebang pilih atau bagaimana. Ada satu pihak diperiksa tapi satu pihak cenderung aman. Apalagi dalam hal yang tidak wajar, semua yang tidak wajar harus dipanggil dan diperiksa. Tidak boleh ada tebang pilih," ujar Akbar Hidayatullah yang dikonfirmasi terpisah.
Baca juga: Direktur dan komisaris perusahaan sekuritas diperiksa terkait Asabri
Baca juga: Pakar sarankan sidang perkara Asabri digelar terpisah
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021