“Jelas ada opportunity cost misalnya katakanlah biaya infrastruktur lalu dikurangi nilai gratifikasi, sisanya itulah manfaat yang diterima masyarakat, sehingga dalam hal ini ada manfaat masyarakat yang dicuri dalam hal ini masyarakat paling dirugikan,” kata Husni Tamrin di Palembang, Sabtu.
Menurut dia, terungkapnya dugaan gratifikasi tersebut tergolong sangat tragis sekaligus memprihatinkan.
Sebab semestinya seorang kepala daerah dapat merealisasikan pembangunan daerah karena itu demi kemaslahatan masyarakatnya secara maksimal.
Baca juga: Bupati Musi Banyuasin yang ditangkap KPK miliki kekayaan Rp38,4 miliar
Baca juga: KPK OTT Bupati Musi Banyuasin terkait infrastruktur
“Kejadian ini sangat memprihatinkan pastinya,” ujarnya.
Dia menilai dari segi kebijakan publik peristiwa tersebut dapat terjadi karena ada indikasi lemahnya pengawasan atau kontrol dari otoritas terkait dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintahan di daerah.
Sehingga akhirnya yang didapat hanya sebatas rentetan penangkapan. Padahal seharusnya, sistem birokrasi itu merupakan suatu sistem yang mekanistis yang berjalan sendirinya sehingga potensi penyalahgunaan wewenang atau moral hazard ini bisa ditekan sedemikian rupa.
“Maka poinnya itu berarti ada yang harus dibenahi dalam sistem pengawasan birokrasi pemerintahan ke depan. Sehingga moral hazard ini bisa ditekan sedemikian rupa," ujarnya.
Lalu lanjutnya, dari segi politis tentu peristiwa ini telah mencederai kepercayaan masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan atau yang lebih besar terhadap sistem demokrasi yang ada.
Maka untuk mengembalikan kepercayaan publik atas kondisi itu juga merupakan bagian tanggung jawab dari partai politik.
Sebab ada tanggung jawab moral dari partai politik untuk mengedukasi, mensosialisasikan bagaimana good government itu.
Namun yang terjadi saat ini partai politik cenderung menerapkan mentalitas silo atau bergerak sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan partai masing-masing sehingga kepentingan masyarakat terkesampingkan.
"Kita tidak bisa larut dalam kondisi ini. Sebaiknya semua bersinergi bersama-sama memberikan kontrol yang sedemikian rupa untuk mengutamakan kepentingan masyarakat," ujarnya.
Kasus dugaan suap pembangunan infrastruktur irigasi pengairan di Kabupaten Musi Banyuasin itu terungkap setelah penyidik KPK menggelar operasi tangkap tangan pada Jumat (15/10) malam.
Dari operasi tersebut penyidik KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, pada Sabtu.
Masing-masing ialah Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori (HM), Kepala Bidang SDA PUPR Eddi Umar (EU) mereka selaku penerima suap dan kontraktor swasta Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy (SUH) pemberi suap.
"Keempat tersangka telah ditahan selama 20 hari ke depan di rumah tahanan KPK," kata Wakil Ketua KPK RI Alexsander Marwata di Jakarta, Sabtu.
Menurutnya, konstruksi perkara yang terjadi sebagai berikut, pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2021 akan melaksanakan kegiatan proyek yang bersumber dari dana APBD dan APBD-P 2021 dan bantuan keuangan provinsi diantaranya di Dinas PUPR Musi Banyuasin.
Untuk melaksanakan berbagai proyek tersebut diduga telah ada arahan dari tersangka DRA kepada HN, EU dan beberapa pejabat lain di lingkungan PUPR itu agar dalam proses lelang direkayasa demikian rupa diantaranya membuat lis daftar paket pekerjaan dan telah pula ditentukan calon rekanan yang akan jadi pelaksana pekerjaan tersebut.
Selain itu, DRA juga telah menentukan adanya persentase pemberian fee dari setiap nilai proyek paket pekerjaan yaitu 10 persen untuk DRA, 3 - 5 persen untuk HN dan 2-3 persen untuk EU serta pihak terkait lainnya.
Untuk tahun anggaran 2021 pada bidang SDA Dinas PUPR Musi Banyuasin perusahaan milik SUH menjadi pemenang empat paket proyek yaitu rehabilitasi daerah irigasi Ngukak 3 di Desa Ngulak 3 Kecamatan Sanga desa dengan nilai kontrak Rp2,39 Miliar.
Peningkatan jaringan irigasi dengan nilai kontrak Rp4,3 miliar, peningkatan irigasi muara teladan Rp3,3 miliar, dan normalisasi danau Ulak Ria, Kecamatan Sekayu dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
"Serta komitmen fee yang akan diterima DRA dan SUH dari empat proyek itu 2,6 miliar," ujarnya.
Tersangka disangkakan telah melanggar pasal 12 huruf a dan b atau pasal 11 UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi. Sedangkan kontaktor SUH dikenakan pasal 5 ayat 1 huruf a dan b tentang tindak pidana korupsi.*
Baca juga: Gubernur tunjuk Beni Hernedi sebagai Plt Bupati Musi Banyuasin
Baca juga: Tiga terdakwa korupsi gedung beku Muba Sumsel divonis 1 tahun penjara
Pewarta: Muhammad Riezko Bima Elko
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021