• Beranda
  • Berita
  • Ditjenpas: Regulasi hak terpidana mati di lapas perlu ditinjau kembali

Ditjenpas: Regulasi hak terpidana mati di lapas perlu ditinjau kembali

19 Oktober 2021 20:37 WIB
Ditjenpas: Regulasi hak terpidana mati di lapas perlu ditinjau kembali
ilustrasi tahanan, ilustrasi penjara, ilustrasi narapidana, ilustrasi terdakwa, ilustrasi hukuman mati, ilustrasi terpidana. (ANTARA News / Insan Faizin Mubarak)

Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Thurman Saud Marojahan Hutapea mengatakan regulasi terhadap hak terpidana mati di lembaga pemasyarakatan (lapas) perlu ditinjau kembali.

Menurut Thurman saat menjadi narasumber dalam webinar “Masa Tunggu Hukuman Mati: Menunggu Grasi atau Eksekusi”, Jakarta, Selasa, selama ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara detail tentang pembinaan atau perlakuan bagi terpidana mati.

Dia mengatakan terpidana hukuman mati tidak seutuhnya diberikan program pembinaan karena statusnya hanya sebagai “titipan sementara” menunggu kepastian masa eksekusi.

Peraturan yang ada terbatas pada narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang bukan terpidana mati sebagaimana penjelasan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Baca juga: Akademisi: Penghapusan hukuman mati adalah gerakan dekolonialisasi

Di dalamnya dituliskan, pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian narapidana di lapas meliputi hal-hal yang berkaitan dengan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kesadaran berbangsa dan bernegara, intelektual, sikap dan perilaku, kesehatan jasmani dan rohani, kesadaran hukum, reintegrasi sehat dengan masyarakat, keterampilan kerja, serta latihan kerja dan produksi.

Thurman selanjutnya menjelaskan bahwa dalam praktik di lapas narapidana mendapatkan program pembinaan kesadaran beragama, kesadaran berbangsa dan bernegara, kesadaran hukum, kemampuan intelektual, jasmani, konseling, serta rehabilitasi. Sementara itu, terpidana mati hanya diberikan 2 program, yaitu pembinaan kesadaran beragama dan bimbingan konseling. Program pembinaan itu disesuaikan dengan kondisi para terpidana mati yang akan menghadapi masa eksekusinya.

Baca juga: Komnas HAM: Masa tunggu hukuman mati yang lama jadi soal serius HAM

“Terpidana mati tidak mungkin diberikan pembinaan intelektual. Yang diharapkan di sini hanya konsentrasi beragamanya dan konseling untuk tujuan menguatkan kepribadian dalam menghadapi kenyataan,” kata Thurman.

Selanjutnya dalam webinar yang diselenggarakan oleh Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) itu, Thurman membagikan data terpidana mati berdasarkan kasus dan waktu tunggu eksekusi yang dikumpulkan oleh Kemenkumham.

Kemenkumham mencatat ada 299 terpidana mati dari kasus penyalahgunaan narkotika, 83 orang dari pembunuhan, 1 orang dari pencurian. Ada pula kasus perampokan sebanyak 7 terpidana mati, perlindungan anak 1 orang, penyalahgunaan psikotropika 8 orang, dan teroris sebanyak 2 orang.

Terkait waktu tunggu eksekusi, Kemenkumham mencatat ada 230 terpidana mati yang telah menunggu waktu eksekusinya kurang dari 5 tahun. Ada 107 terpidana mati yang menunggu eksekusinya selama 5 sampai 10 tahun. Kemudian, 62 orang menunggu eksekusi mati selama 10 sampai 19 tahun, bahkan 2 orang di atas 20 tahun.

Baca juga: Kemenlu paparkan upaya pemerintah untuk lindungi WNI dari hukuman mati

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021