"Sering kali orang merekam sebuah pertunjukan seni dengan telepon pintar yang dilakukan oleh penari, kemudian rekaman itu dipublikasikan dengan mengambil keuntungan pribadi," kata Direktur Kerja Sama dan Pemberdayaan Kekayaan Intelektual Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham Daulat P. Silitonga pada sebuah diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut mengunggah rekaman itu ke vlog pribadi atau kanal YouTube pribadinya tanpa seizin dari penari, musisi, atau pencipta karya seni.
Perbuatan tersebut tentu saja merugikan pelaku seni atau orang yang menciptakan kekayaan intelektual itu. Jika dipahami lebih jauh, menurut undang-undang pemilik karya berhak atas hak ekonomi dan hak moral dari karya yang diciptakannya.
Kondisi demikian hingga kini terus terjadi dan menjadi semacam momok bagi pelaku seni atau orang-orang yang melahirkan kekayaan intelektual. Apalagi, di tengah kemajuan zaman dan didorong perkembangan teknologi informasi, tindakan itu makin gencar dilakukan pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Oleh sebab itu, penting sekali bagi pelaku seni untuk mengetahui hak-haknya," kata Daulat.
Secara umum seni pertunjukan yang di dalamnya terdapat berbagai seni merupakan objek pelindungan hak cipta, antara lain seni musik, seni tari, dan penari serta musisi yang memainkan musik. Semuanya dilindungi sebagai pelaku pertunjukan.
Pencipta atau pemegang hak cipta atas karya seni, kata dia, haknya diatur secara jelas dan tegas dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
"Hak moral dan hak ekonomis sebagai hak eksklusif pencipta dan pelaku pertunjukan juga dilindungi pada pasal 9, 12, dan Pasal 23 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta," ujarnya.
Baca juga: Museum OHD gelar pameran tunggal seni rupa karya Goenawan Mohamad
Baca juga: Karya seni dalam bentuk busana dari Loewe
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021