Bagaimana gaya berwisata pada 2022?

30 Oktober 2021 08:47 WIB
Bagaimana gaya berwisata pada 2022?
Ilustrasi - Berwisata. ANTARA/Pexel.
Pandemi COVID-19 telah mengubah seluruh paradigma termasuk gaya berwisata ke arah yang benar-benar tidak terpikirkan sebelumnya.

Namun rupanya minat masyarakat terhadap wisata alam dan petualangan di masa pandemi kian tinggi.

Survei Adventure Outlook 2022 menunjukkan hampir semua responden atau sebanyak 99 persen menyatakan berminat melakukan perjalanan wisata alam maupun petualangan.

Baca juga: Pemerintah perhatian terhadap tren perubahan wisata

Keinginan itu dibarengi dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya penerapan Clean (bersih), Healthy (sehat), Safety (aman) dan Environment Sustainability (CHSE), serta asuransi perjalanan.

Survei Adventure Outlook 2022 yang dilakukan Indonesia International Outdoor Festival bersama Kopisetara dan didukung oleh Bank BJB menunjukkan persepsi responden yang sebagian besar (86,2 persen) menyatakan sangat penting dan penting diberlakukannya CHSE di masa pandemi.

Sebanyak 72,7 persen responden juga menganggap pentingnya operator memperhatikan penerapan bukti vaksin dan disiplin protokol kesehatan.

Kepala Litbang Arah Kita Media Group yang timnya melakukan survei Adventure Outlook 2022 Heru Prasetya mengatakan hasil survei ini memberi gambaran pada pelaku industri pariwisata alam dan petualangan untuk lebih memperhatikan konsep-konsep dan kebijakan pemerintah terkait protokol kesehatan dan keamanan serta kenyamanan berwisata di era baru.

Heru menjelaskan, sebagian besar responden menyatakan melakukan perjalanan wisata beberapa kali dalam satu tahun dengan persentase 58 persen.

Dan yang menggembirakan, 35 persen responden menyatakan berwisata setidaknya satu bulan satu kali, dan sebesar 7 persen menjawab melakukan kegiatan wisata setiap minggu.



Baca juga: Manfaatkan peluang untuk membuat tren pilihan wisata baru

Baca juga: Survei Agoda ungkap lima tren wisatawan Indonesia

Baca juga: Wisatawan Indonesia prioritaskan pengalaman saat "staycation"

 
Ilustrasi aplikasi Traveloka (Shutterstocks)


Digitalisasi
Hasil survei menurut Heru juga menunjukkan besarnya peran digitalisasi. Hasil survei menyebutkan 72 persen responden mengatur perjalanan sendiri dalam arti menyusun rencana perjalanan sendiri dengan menggali informasi dari mesin pencari, website, dan media sosial operator perjalanan atau aktivitas.

Sedangkan yang menggunakan konsultan dan travel agent (campuran keduanya) sebesar 24 persen.

Sementara tentang jenis wisata yang paling diminati, sebagian besar campuran wisata alam, wisata kota/desa, wisata budaya, wisata religi, dan lain-lain. Kemudian campuran wisata alam, wisata kota/desa dan wisata budaya.

Berdasarkan analisis hasil survei, Heru kemudian merekomendasikan beberapa saran di mana pemerintah perlu melakukan antispasi untuk menyiapkan destinasi wisata alam misalnya Labuan Bajo lebih baik dengan infrastruktur yang baik dan juga antisipasi agar Labuan Bajo dan sekitarnya tidak menjadi mass tourism yang berisiko merusak kelestarian alam.

Pemerintah dan pelaku bisnis wisata juga disarankan perlu segera berbenah untuk melakukan antisipasi lonjakan arus wisata setelah vakum selama pandemi COVID-19.

Pemerintah disarankan perlu mempertimbangkan untuk membuat konten advertising destinasi wisata melalui sosial media yang banyak digunakan oleh pelaku wisata agar target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dan wisatawan nusantara (wisnus) tercapai.

Baca juga: Tren wisata virtual akan berlanjut tahun 2021

CHSE, bukti vaksin hingga protokol kesehatan dan langkah antisipasi lain disarankan perlu diterapkan secara ketat oleh pengelola/operator wisata sesuai harapan masyarakat agar terhindar dari gelombang 3 corona.

Setiap destinasi wisata juga perlu menyiapkan petugas bersertifikasi agar kenyamanan dan keamanan orang berwisata terjamin.

Sementara industri peralatan dan perlengkapan wisata lokal diperkirakan masih dapat tumbuh karena responden di Indonesia tidak berpatokan harus produk luar negeri. Bahkan mereka menganggap merek tidak penting. Yang utama bagi mereka adalah model, warna, kegunaan, dan kualitas.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno telah menegaskan bahwa tren pariwisata yang dipicu oleh pandemi ini menuju ke arah personalized yang berkaitan dengan pengalaman dan kenangan, localized atau memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal. Lalu “customized” atau wisata minat khusus, dan smaller in size yang mengedepankan kualitas (wisatawan) bukan kuantitas.

Menparekraf Sandiaga menambahkan pemerintah telah mempersiapkan untuk beberapa bidang mulai dari penyiapan tenaga kerja pariwisata baik dari skill hingga vaksinasi.

Kemudian komitmen implementasi protokol kesehatan dengan sertifikasi CHSE dan aplikasi PeduliLindungi, produk wisata berkualitas dengan penawaran aktivitas wisata yang personalized, customized, localize, dan smaller in size.

Baca juga: Bali dan wisata alam masih jadi primadona wisatawan lokal

Kepraktisan Kuliner
Dari sisi kuliner, makanan Indonesia adalah bagian warisan kekayaan terbaik di dunia, oleh karena itu wisata kuliner menjadi pesona tersendiri yang merupakan salah satu daya tarik.

Keragaman kuliner dari Sabang hingga Merauke yang memiliki ciri khas-nya masing-masing menghadirkan akulturasi budaya yang majemuk. Hal ini membuat keanekaragaman corak rasa makanan di setiap daerah yang dipengaruhi oleh pemakaian berbagai jenis bumbu dan rempah-rempah.

Makanan Padang yang identik dengan rempah dan santan, makanan Jawa Tengah yang relatif manis dan banyak memakai kecap manis, makanan Sunda kebanyakan gorengan dan lalapan, hingga makanan khas Madura yang identik asin karena daerah tersebut merupakan penghasil garam.

Keragaman kuliner nusantara inilah yang menjadi pesona dari negeri ini dan coba dihadirkan para pelaku kuliner di tanah air. Maka sejumlah pelaku industri kuliner pun mendapatkan peluang yang besar terkait proyeksi kebangkitan sektor pariwisata setelah pandemi.

Wisata kuliner yang diproyeksikan tumbuh tahun depan juga mendorong pelaku industri untuk tetap kreatif dan memanfaatkan kepraktisan, misalnya produsen bumbu kuliner Koki Family yang ingin turut ambil bagian.

Perusahaan yang berdiri sejak 2020, berupaya mendorong pengembangan wisata kuliner dengan menyediakan bumbu kuliner yang praktis dan cepat untuk disajikan.

Umumnya untuk tahun depan, wisatawan diperkirakan lebih menyukai kuliner etnik dengan bahan dasar rempah-rempah dan dedaunan aromatik yang tidak bisa didapatkan di tempat lain.

Bumbu dan sambal kemasan juga diperkirakan menjadi favorit wisatawan terlebih yang dikemas dengan prosedur sterilisasi packaging untuk memastikan tidak adanya bakteri dan kuman di setiap produknya.

Kemudian resep-resep kreatif juga akan sangat diminati terutama yang banyak dibutuhkan untuk masa-masa karantina.

Maka kehadiran produsen bumbu praktis seperti Koki Family diharapkan mampu mendorong UMKM kuliner dan wisata kuliner di tanah air.

Gaya berwisata di masa adaptasi kebiasaan baru ini kemudian menjadi bukti betapa adaptifnya sektor pariwisata dan ekonomi kreatif dimana ada harapan besar di dalamnya kebangkitan ekonomi masyarakat setelah dihantam badai pandemi.


Baca juga: Prediksi tren wisata 2021, "staycation" hingga "roadtrip"

Baca juga: Alam jadi tren wisata tahun ini, arung jeram bisa jadi pilihan

Baca juga: Bukan cuma tren, tur virtual adalah kebutuhan

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021