• Beranda
  • Berita
  • Stafsus Menkeu: COP26 jadi momentum RI sebagai tujuan investasi hijau

Stafsus Menkeu: COP26 jadi momentum RI sebagai tujuan investasi hijau

1 November 2021 20:27 WIB
Stafsus Menkeu: COP26 jadi momentum RI sebagai tujuan investasi hijau
Presiden Indonesia Joko Widodo (tengah) bersama Perdana Menteri Inggris Boris Johnson (kiri) dan Sekjen PBB Antonio Guterres (kanan) berpose untuk foto saat menghadiri Konferensi Perubahan Ikilm  PBB (COP26), di  Glasgow, Skotlandia, Inggris Raya, Senin (1/11/2021). ANTARA FOTO/Pool via Reuters-Christopher Furlong/hp.

Pajak karbon dan pasar karbon yang akan dibentuk menjadi satu ekosistem yang dapat mendukung pendanaan perubahan iklim di Indonesia,

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin mengatakan Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa Bangsa (KTT PBB) terkait perubahan iklim edisi ke 26 atau COP26 dapat menjadi momentum Indonesia sebagai negara tujuan investasi hijau (green investment).

"Hal ini mengingat Indonesia memiliki potensi besar untuk menurunkan emisi dari sektor kehutanan serta sektor energi dan transportasi sebesar 650 Mton CO2e dan 398 Mton CO2e, jika dibantu oleh pendanaan internasional," katanya melalui keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Senin.

Oleh sebab itu, dia mengajak seluruh pihak agar berinvestasi untuk ketahanan dalam perubahan iklim, di antaranya perlindungan diri di mana masyarakat bisa mengambil langkah proaktif untuk meminimalkan dampak perubahan iklim.

Selain itu, investasi swasta juga sangat dibutuhkan karena dana publik saja tidak akan cukup untuk dapat mencapai target nol emisi seperti yang diharapkan, sehingga kerjasama seluruh pihak sangat penting.

Baca juga: Sri Mulyani: Kebutuhan RI atasi perubahan iklim capai Rp3.461 triliun


“Perubahan iklim sangat berdampak kepada seluruh masyarakat dunia sehingga perlu dilakukan transisi menuju ekonomi rendah karbon. Namun pada prinsipnya transisi yang dilakukan haruslah transisi yang tepat dan terjangkau,” katanya.

Dalam menghindari perubahan iklim, Masyita menjelaskan Indonesia telah melakukan berbagai upaya, antara lain menggagas sistem penganggaran perubahan iklim atau Climate Budget Tagging dalam APBN.

Selama 2016-2019, rata-rata realisasi belanja untuk perubahan iklim sebesar Rp86,7 triliun per tahun, sedangkan selama lima tahun terakhir, rata-rata alokasi anggaran perubahan iklim di APBN mencapai 4,1 persen per tahun.

Tidak hanya itu, Indonesia juga telah menggunakan instrumen carbon pricing yang terdiri dari pajak karbon dan perdagangan karbon dalam pengendalian perubahan iklim, yang salah satunya melahirkan pajak karbon melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.


Baca juga: Bappenas: 75 persen investor tertarik investasi di industri hijau
 

“Pajak karbon dan pasar karbon yang akan dibentuk menjadi satu ekosistem yang dapat mendukung pendanaan perubahan iklim di Indonesia, dengan sistem cap and tax dan cap and trade,” ujarnya.

Menurutnya, contoh negara lain yang juga akan memulai kebijakan perdagangan karbon adalah Singapura yang berencana meluncurkan suatu bursa perdagangan karbon pada akhir 2021.

Maka dari itu, voluntary market untuk pasar karbon sudah terjadi dan saat ini sedang dilakukan pilot project di BUMN seperti PLN, dan sedang dibangun pasar karbon antar BUMN, sehingga diharapkan langkah awal ini dapat menjadi bibit untuk pengembangan pasar karbon secara menyeluruh di Indonesia.

Baca juga: Bahlil tegaskan komitmen RI bangun investasi berbasis energi hijau

Baca juga: Pemerintah perlu gencarkan investasi dukung ekonomi hijau

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021