"Yang sedang 'on going' ada tiga kasus," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Krisno H Siregar saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.
Tiga kasus TPPU yang sedang ditangani tersebut, kata Krisno, yakni TPPU pada TPA produksi atau peredaran gelap obat-obat keras ilegal yang terdapat di dua tempat kejadian perkara di wilayah Yogyakarta.
Dalam perkara ini, Dittipidnarkoba Bareskrim Polri menemukan dua pabrik yang memproduksi obat-obat keras yang peredarannya telah dilarang oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Baca juga: Penyidikan perkara TPPU peredaran narkoba lintas negara sudah P-21
Baca juga: Polri terapkan TPPU kepada bandar narkoba agar jera
Baca juga: Dubes AS dukung kerja sama PPATK cegah dan berantas TPPU dan TPPT
Total ada 17 tersangka yang ditangkap dalam perkara ini, termasuk penanam modal dari dua pabrik obat-obatan di Yogyakarta.
Kasus TPPU kedua yang ditangani Ditipidnarkoba Bareskrim Polri yakni pada kasus pengungkapan peredaran gelap narkoba di Pelabuhan Bakahueni, Lampung.
Yang ketiga, Ditipidnarkoba tengah menyidik kasus TPPU sindikat narkoba di Aceh.
"Saat ini kami sedang menyidik satu kasus TPPU terhadap bandar narkoba sindikat Aceh," kata Krisno.
Menurut Krisno, penerapan TPPU kepada bandar sindikat narkoba diperlukan guna memberikan efek jera.
Ketentuan ini telah dicetuskan dalam Konvensi PBB di Jenewa tahun 1988, yang menyepakati penerapan TPPU pada kasus narkoba.
"Jadi negara-negara di dunia sepakat bahwa memang penerapan TPPU untuk pemiskinan. Bagi Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri uang adalah 'darahnya' sindikat kejahatan terorganisir," kata Krisno.
Upaya menjerat bandar narkoba dengan TPPU terus digencarkan, terlebih temuan Pusat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya dana jumbo senilai Rp120 triliun dari transaksi bandar sindikat narkoba selama periode lima tahun (2016-2020).
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021