agak prihatin
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebutkan sebanyak dua juta balita memiliki bakat untuk lahir dalam keadaan stunting (kekerdilan) pada pandemi COVID-19.
"Agak prihatin ya, karena di masa pandemi ini ada dua juta balita yang menjadi ancaman karena wasting (kondisi badan anak sangat kurus),” kata Hasto dalam Seminar Peran Perguruan Tinggi Dalam Percepatan Penurunan Stunting yang diikuti di Batam, Selasa.
"Hasto menjelaskan hal tersebut dapat menjadi ancaman karena wasting merupakan kondisi awal dari seorang anak dapat berpotensi mengalami stunting.
Dalam hal itu, sebelum panjang badan seorang anak terhambat, anak akan memiliki kondisi tubuh yang kurus terlebih dahulu. Apabila dalam waktu dua bulan berturut turut berat badan tersebut tidak naik, maka anak dipastikan mengalami wasting.
"Kalau kurus dua bulan berturut turut, hati-hati. Itu bisa jadi stunting. Maka saat penimbangan di posyandu, kalau dua bulan tidak naik itu wasting,” ujar Hasto.
Baca juga: Bulog koordinasi dengan BKKBN siapkan pangan bergizi atasi stunting
Baca juga: Mengenali keluarga berisiko stunting merupakan strategi penting
Menurut Hasto, dua faktor risiko terbesar yang menyebabkan hal tersebut terjadi pada anak adalah karena banyak perempuan Indonesia menderita anemia. Terdapat 36,3 persen remaja putri saat ini mengalami anemia.
Tingginya angka anemia itu, diakibatkan oleh pola hidup yang tidak benar seperti melakukan diet yang salah hingga diet yang ekstrem sehingga tubuh kekurangan nutrisi.
"Dia tidak sadar setiap datang bulan, keluarkan darah 200 cc sehingga anemia itu wajar, kalau tidak memenuhi kebutuhan gizi. Makanya harus pre konsepsi yang disiapkan, jangan pre wedding,” tegas dia.
Selanjutnya, berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar 2018, jumlah bayi yang lahir dalam keadaan prematur kurang dari 37 minggu kehamilan juga masih cukup tinggi, yakni sebesar 29,5 persen.
Ia menyebutkan kelompok usia anak yang memiliki prevalensi stunting tertinggi saat ini terdapat pada usia 12 hingga 23 bulan.
Hasto pun menambahkan, saat ini angka bayi yang lahir dengan panjang badan kurang dari 48 sentimeter, saat ini justru bertambah banyak dengan persentase 37,3 persen padahal sebelum pandemi hanya 22,6 persen.
Sedangkan bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya masih ada 11,7 persen sehingga menyebabkan angka stunting kembali terancam naik.
Baca juga: Perlu turunkan tiga persen per tahun untuk capai target stunting
Baca juga: Persepsi dan budaya jadi tantangan utama atasi stunting
Hasto menjelaskan,, pihaknya melakukan berbagai upaya salah satunya bekerja sama dengan perguruan tinggi, untuk memberikan pendampingan pada keluarga berisiko stunting yang akan dilakukan oleh para mahasiswa.
Diharapkan melalui pendampingan yang dilakukan oleh mahasiswa, nantinya dapat membantu para ibu selamat menjalani masa kehamilan sampai dengan saat melahirkan.
“Kalau mahasiswa mendampingi keluarga ini penting. Kalau saat ibu hamil, kalau bayi dirasa belum waktunya lahir atau keluar lendir darah ini harus segera dilarikan ke bidan. Supaya bisa dicegah,” ucap dia.
Baca juga: BKKBN: Keluarga berkualitas kunci sukses Indonesia Emas 2045
Baca juga: UNICEF pantau penurunan angka kekerdilan di Nagan Raya Aceh
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021