Pasalnya, menurut Alue, dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa, pengendalian perubahan iklim tak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Namun melalui berbagai pihak yang dilakukan secara bersama-sama dalam satu persepsi.
Karenanya, dalam gelaran Conference of Parties 26 (COP26) untuk perubahan iklim yang diadakan di Glasgow, Skotlandia, 31 Oktober hingga 12 Novermber 2021 Indonesia juga menyerukan kepada dunia internasional agar semua negara juga mau melakukan aksi bersama demi menghindari bencana perubahan iklim, seperti kenaikan muka air laut, perubahan pola musim, dan meningkatnya kejadian cuaca ekstrem.
Alue menegaskan Indonesia memiliki komitmen kuat untuk mencapai tujuan jangka panjang dalam pengendalian perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.
Ia menekankan pentingnya melibatkan semua pihak termasuk swasta dalam pengendalian perubahan iklim.
"Kita harus melihat potensi swasta untuk mencapai NDC, karena ada tanggung jawab bersama di sana," katanya.
Indonesia menyerukan kepada semua negara untuk bekerja sama menyelamatkan Bumi.
"Kami menyerukan semua negara untuk bekerja sama menyelamatkan Bumi. Kami telah memaparkan apa saja yang kami telah capai dan kami targetkan, dan kami meminta agar negara lain juga melakukan hal yang sama," katanya.
Baca juga: Yayasan Madani Berkelanjutan sambut baik pernyataan Presiden di COP26
Sebagai kontribusi dalam pengendalian perubahan iklim, Indonesia menegaskan target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 41 persen dengan dukungan internasional dalam Updated Nationally Determined Contribution (NDC).
Indonesia juga sudah mencanangkan untuk mencapai Net Sink FOLU tahun 2030 yang berarti penyerapan emisi gas rumah kaca dari sektor hutan dan lahan (FOLU) lebih tinggi ketimbang yang yang dilepaskan terlepas.
Sektor tersebut ditargetkan dapat berkontribusi hampir 60 persen dari total target penurunan emisi nasional. Kedua komitmen Indonesia tersebut tercantum di dalam dokumen Updated NDC dan Long-Term Strategies for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050) yang telah disampaikan kepada Sekretariat UNFCCC pada Juli 2021.
Dalam pelaksanaan COP26, Alue juga mengatakan pentingnya keberadaan Paviliun Indonesia sebagai "soft diplomacy" untuk mendukung negosiasi yang dilakukan Delegasi Republik Indonesia (Delri) di meja perundingan.
Beberapa isu besar yang masih diperjuangkan Indonesia adalah penyelesaian Artikel 6 Paris Agreement yang mengatur pendekatan kooperatif, tentang penggunaan mekanisme pasar karbon dan nonpasar karbon untuk pencapaian NDC, kemudian soal pembiayaan dan adaptasi globlal.
Ketua Paviliun Indonesia Agus Justianto memaparkan aksi-aksi bersama Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim ditampilkan dalam 75 sesi panel dengan 422 pembicara yang digelar di Glasgow dan Jakarta secara paralel.
Agus mengatakan selain pejabat tinggi dari berbagai negara, Paviliun Indonesia juga akan menghadirkan pembicara dari lembaga swadaya masyarakat, berbagai organisasi, pemerintah daerah, dan masyarakat di tingkat tapak.
Baca juga: Luhut: Perpres tentang Nilai Ekonomi Karbon telah disahkan Presiden
Baca juga: Menteri LHK: Pengendalian iklim RI alami kemajuan signifikan
Baca juga: Negara-negara kaya diminta penuhi janji atasi perubahan iklim
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021