• Beranda
  • Berita
  • Pohon besar di Koto Malintang bisa dikembangkan sebagai kampus alam

Pohon besar di Koto Malintang bisa dikembangkan sebagai kampus alam

4 November 2021 19:51 WIB
Pohon besar di Koto Malintang bisa dikembangkan sebagai kampus alam
Wakil Bupati Agam, Irwan Fikri dan Forkopimca Tanjungraya sedang berada di pohon besar, Kamis (4/11/2021). (Antara/Yusrizal)
Wakil Bupati Agam, Sumatera Barat, Irwan Fikri mengatakan pohon kayu terbesar di dunia jenis medang (Litsea Sp) yang tumbuh terjaga di hutan rakyat Nagari Koto Malintang, Kecamatan Tanjungraya, bisa dikembangkan sebagai kampus alam dan destinasi wisata.

"Keberadaan pohon besar itu bisa dikembangkan menjadi kampus alam tempat orang belajar tentang bagaimana menjaga alam, sehingga kayu pohon bisa besar," katanya saat mengunjungi pohon itu, Kamis.

Ia mengatakan, jarang kayu pohon bisa berukuran sebesar ini dan tidak menutup kemungkinan ini bisa dijadikan destinasi wisata.

Ini menandakan masyarakat Koto Malintang menjaga alam dengan baik. "Bahkan wali nagari setempat dan tokoh adat menerima penghargaan nasional," katanya.

Baca juga: BKSDA ukur pohon medang berusia ratusan tahun di Agam

Baca juga: Petani Purwakarta diimbau tak tebang pohon manggis tua, ini alasannya


Untuk mewujudkan kampus alam itu, kata dia, tokoh masyarakat, wali nagari, camat, Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga harus menjalin komunikasi dengan baik dengan pemangku kepentingan.

Pemkab Agam siap memberikan dukungan terhadap pembangunan kampus alam dan destinasi wisata tersebut.

Ini sesuai dengan Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk menjadikan pariwisata menjadi produk unggulan dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. "Ini harus kita dukung bersama-sama agar ekonomi masyarakat sekitar lebih baik lagi," katanya.

Ia menambahkan, kondisi alam jangan dirusak saat pengembangan dan kondisi ini tetap dijaga untuk anak cucu, karena persoalan lingkungan merupakan kebutuhan masyarakat banyak.

Bahkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) berencana akan menjadikan daerah itu menjadi Kawasan Ekosistem Esensial (KEE). "Dengan ditetapkan sebagai KEE maka disiapkan produk hukumnya," katanya.

Sementara itu, Wali Nagari Koto Malintang, Naziruddin menambahkan pohon kayu itu pertama kali ditemukan pada 2013 setelah dirinya dilantik menjadi wali nagari atau kepala desa adat setempat.

Saat itu pihaknya mencoba mencari potensi yang ada di hutan rakyat di daerah itu.

"Pertama kali ditemukan, di lokasi banyak tumbuh pohon kayu dengan ukuran kecil, sehingga pihaknya terkejut melihat pohon kayu terbesar itu," ujarnya.

Di hutan rakyat itu, ditemukan enam pohon kayu berukuran besar dan paling besar ada satu pohon. Selebihnya hanya berdiamater dua sampai tiga meter.

Petugas Resor Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Agam, Hengki menambahkan pohon kayu itu memiliki diameter 4,6 meter, lingkaran 14 meter, tinggi bebas cabang 34 meter, tinggi sebenarnya lebih dari 50 meter dan memiliki 516 meter kubik.

Diperkirakan pohon kayu itu berusia sekitar 560 tahun dan ini berdasarkan rumus mencari usia kayu yang dipakai.

"Pohon kayu ini merupakan yang terbesar di Indonesia, bahkan di dunia karena kayu tane mahota di Selandia Baru dengan ukuran 4,4 meter," ujarnya.*

Baca juga: Pohon-pohon di trotoar Cikini ditebang, warga keluhkan panas

Baca juga: Ragunan akan meningkatkan pengawasan pohon tua

Pewarta: Altas Maulana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021