Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan menyebutkan disepakatinya Solusi Dua Pilar Pajak Digital Global dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Roma memberikan kepastian hukum terkait pemajakan perusahaan- perusahaan multinasional di Indonesia.
“Dengan adanya solusi dua pilar ini, ada kepastian hukum terkait pemajakan perusahaan- perusahaan ini (multinasional), dengan aturan ini kita bisa mengejar perkembangan dari sisi fiscal policies dengan mempertahankan keberlangsungan ekonomi namun hak pemajakan negara tidak hilang,” ujar Direktur Perpajakan Internasional DJP Kementerian Keuangan Mekar Satria Utama dalam acara virtual di kanal FMB9 IKP, Senin.
Baca juga: Stafsus Menkeu: PPN dari perusahaan digital capai Rp2,5 triliun
Sebelumnya, pemajakan kepada perusahaan multinasional sering tidak dapat dilakukan karena terkendala Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Seringkali ditemukan perusahaan- perusahaan multinasional tidak memiliki BUT di negara pasarnya terutama perusahaan- perusahaan dari sektor digital. Hal itu pun terjadi di Indonesia dan akibat kondisi itu akhirnya perusahaan multinasional sulit dikenakan pajak.
Dengan adanya pilar pertama dari solusi dua pajak digital global maka hal tersebut dapat diatasi.
Pilar pertama dikenal dengan unified approach, menjadi solusi dengan upaya menjamin hak pemajakan yang lebih asli dalam konteks ekonomi digital dengan demikian sistem pajak internasional tak lagi berbasis kehadiran fisik seperti BUT.
Dalam pilar pertama turut juga dikenalkan aturan residual profit dengan persentase 20-30 persen yang harus diberikan perusahaan multinasional kepada negara pasar sesuai dengan hasil penjualan di negara tersebut.
Sementara pada pilar kedua, perusahaan multinasional dengan pendapatan 750 juta euro atau lebih dikenakan tarif pajak minimum sebesar sebesar 15 persen.
Dengan adanya aturan itu maka persaingan tarif pajak antar negara bisa terhindar dan perusahaan- perusahaan diharapkan bisa semakin mengikuti aturan membayar pajak berkat kehadiran Solusi Dua Pilar Pajak Digital Global itu.
“Pilar kedua ini menerapkan tarif minimum untuk perpajakan, artinya perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia mau dia pindah kemana pun pasti akan tetap dikenakan pajak setidaknya sebesar itu,” ujar pria yang akrab disapa Toto itu.
Meski masih dalam tahapan pembahasan untuk pilar kedua, namun kehadiran Solusi Dua Pilar Pajak Digital Global itu telah memberikan kepastian hukum sehingga pendapatan di masing- masing negara dari perusahaan multinasional bisa terpenuhi.
Tentunya dengan pengaturan pajak yang sudah terakomodir lewat aturan internasional itu, maka negara seperti Indonesia bisa lebih optimal mendapatkan pendapatan lewat pajak sehingga lebih banyak pembangunan dan program pemberdayaan yang dilakukan.
Baca juga: DJP tunjuk Shutterstock pungut pajak digital, total ada 81 perusahaan
Baca juga: Kemenkeu tunjuk delapan perusahaan pemungut pajak digital
Baca juga: Menkeu ungkap penundaan pajak penghasilan digital tunggu konsensus
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021