Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebutkan rata-rata anggaran mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia sejak 2018 hingga 2020 mencapai 4,3 persen dari total alokasi APBN per tahun.
"Kemenkeu melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) melakukan climate budget tagging terhadap item-item APBN yang boleh di klaim sebagai green activities," katanya dalam IAI Sustainability Roundtable Discussion di Jakarta, Selasa.
Secara rinci, pada 2018 dialokasikan Rp132,47 triliun atau 6 persen dari porsi APBN Rp2.220,7 triliun dengan realisasi Rp126,04 triliun, 2019 dialokasikan Rp97,66 triliun atau 4 persen dari pagu APBN Rp2.461,1 triliun dengan realisasi Rp83,54 triliun, dan 2020 dialokasikan Rp77,71 triliun atau 2,8 persen dari Rp2.739,2 triliun.
Suahasil menjelaskan kegiatan menangani perubahan iklim di Indonesia dibagi menjadi tiga kategori yakni mitigasi, adaptasi, dan co-benefit dengan realisasi pada 2018 masing-masing Rp83,47 triliun, Rp33,25 triliun, dan Rp9,33 triliun.
Sedangkan, pada 2019, realisasi anggaran perubahan iklim menurut kegiatan mitigasi, adaptasi, dan co-benefit yakni Rp45,46 triliun, Rp33,39 triliun, dan Rp3,68 triliun.
Sementara, komposisi anggaran mitigasi perubahan iklim menurut sektor terdiri atas energi dan transportasi sebesar 83,93 persen, IPPU 0,02 persen, limbah 4,94 persen, pertanian 6,97 persen serta kehutanan dan lahan 4,14 persen.
Untuk komposisi anggaran perubahan iklim menurut jenis output meliputi infrastruktur mencapai 88,1 persen dan noninfrastruktur 11,9 persen.
Upaya ini dilakukan seiring APBN merupakan instrumen untuk mendorong transformasi ekonomi hijau dengan mengarahkan pendapatan negara sebagai stimulus pengembangan energi baru terbarukan serta bidang usaha yang ramah lingkungan.
Kemenkeu pun memberikan fasilitas perpajakan berupa tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk impor, pengurangan PPN, PPh DTP, serta pengurangan pajak bumi bangunan untuk mendukung pengembangan panas bumi dan energi baru terbarukan lainnya.
Tak hanya itu, kebijakan APBN melalui belanja negara turut diarahkan untuk mendorong belanja pemerintah yang rendah karbon dan berdaya tahan iklim dengan menerapkan mekanisme climate budget tagging di tingkat nasional dan daerah.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kontribusi APBN dan APBD terhadap penanganan perubahan iklim.
Terakhir, kebijakan pembiayaan anggaran diarahkan untuk mendukung fiskal ekspansif melalui pengembangan instrumen pembiayaan inovatif yang dikelola secara prudent demi menjaga keberlanjutan fiskal.
Upaya tersebut dilakukan melalui Kemenkeu yang menerbitkan Sovereign Green Sukuk baik global green sukuk maupun green sukuk ritel untuk membiayai proyek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Baca juga: Sri Mulyani: Penerapan nilai ekonomi karbon butuh MRV yang akuntabel
Baca juga: Wamenkeu: Biaya mitigasi perubahan iklim capai Rp3.779 triliun
Baca juga: KTT Iklim PBB capai kesepakatan pasar karbon
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021