Industri sawit ini selain mendorong kemandirian energi, mengurangi emisi gas, juga mengurangi impor solar atau diesel sebesar 38 triliun rupiah
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan riset dan pengembangan harus terus dilakukan guna pembangunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan.
“Riset ini harus terus dilakukan agar produk sawit bisa terus memberikan nilai tambah, dan hilirnya juga perlu ditingkatkan,” kata Menko Airlangga dalam Pekan Riset Sawit Indonesia yang diselenggarakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) secara virtual di Jakarta, Rabu.
Menurut dia peran riset dan pengembangan serta pemanfaatan teknologi menjadi sangat penting dalam meningkatkan posisi tawar negara. Kelapa sawit berkontribusi sebanyak 15,6 persen dari total ekspor non-migas dan menyumbang sekitar 3,5 persen terhadap PDB nasional.
Oleh karena itu, Airlangga berharap riset dari industri sawit diharapkan menitikberatkan pada tiga pilar utama. Pertama, aspek penguatan, aspek pengembangan, dan aspek peningkatan pemberdayaan perkebunan dan industri sawit yang bersinergi baik dari hulu maupun hilir.
Kedua, terkait dengan konsolidasi data, produktivitas, peningkatan kapasitas maupun teknologi di pabrik kelapa sawit, dan tentunya pemberdayaan petani sawit. Ketiga, pengembangan pasar domestik dengan penggunaan bahan bakar nabati, dan riset di bidang pengembangan biodisel 100 dan avtur.
Baca juga: Menko Airlangga dorong pengembangan kemitraan inkubasi bisnis sawit
“Industri sawit ini selain mendorong kemandirian energi, mengurangi emisi gas, juga mengurangi impor solar atau diesel sebesar 38 triliun rupiah di tahun 2020. Sedangkan tahun 2021 dengan adanya program B30 diperkirakan terjadi penghematan devisa sebesar Rp56 triliun rupiah,” ujar Menko Perekonomian.
Program mandatori Biodiesel B30 juga mendorong stabilitas harga sawit dan membuat sawit masuk dalam supercycle dengan harga 1,283 dolar AS per ton. Selain itu, sawit juga memberikan nilai tukar kepada petani dengan harga Tandan Buah Segar (TBS) yang juga relatif paling tinggi selama periode ini, yaitu antara Rp2.800 sampai Rp3.000 per TBS.
Menko Airlangga mengharapkan adanya proses perbaikan yang terus-menerus terutama dari hulu mulai dari perbaikan benih/varietas, pupuk, alat mesin, kultur budidaya, cara-cara teknik panen, sampai dengan hilir berupa pengembangan produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, memperluas pasar, serta memperhatikan aspek kelestarian lingkungan.
Baca juga: Airlangga : kelapa sawit berperan strategis dalam pembangunan ekonomi
Dia mengatakan riset dan pengembangan membutuhkan kerjasama antar lembaga baik dari pemerintah, industri, serta para stakeholder terkait. Acara pekan riset juga merupakan sarana yang dapat dimanfaatkan untuk para pelaku industri sawit, termasuk masyarakat, untuk terus diterapkan sehingga kesenjangan antara pekebun rakyat dan milik korporasi bisa dipersempit.
Ia juga mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh BPDPKS bersama dengan Lembaga Litbang Pemerintah, swasta serta partisipasi para akademisi, terutama dalam mendukung BPDPKS tetap menjaga budaya penelitian sehingga inovasi teknologi baru di bidang sawit bisa terus dikembangkan.
“Riset dan pengembangan harus terus dilakukan guna mewujudkan sawit Indonesia yang berkelanjutan dan fokus pada isu-isu yang impactful dan juga berkesinambungan,” ujar Airlangga.
Baca juga: Airlangga sebut sawit proyek strategis nasional yang harus dijaga
Baca juga: Gapki : Perlu riset kelapa sawit yang berkelanjutan
Baca juga: BPDPKS gaet kalangan milenial aktif dalam riset sawit
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021