"Karakteristik ibu terkait usia, kebiasaan merokok, dan kondisi psikologis ibu. Sementara faktor risiko berdasarkan karakteristik nutrisi terkait indeks massa tubuh (IMT), kenaikan berat badan selama kehamilan, kebiasaan makan, kebiasaan minum kopi, dan konsumsi suplementasi," ujar Rima dalam diskusi virtual mengenai gizi, pada Kamis.
Rima kemudian menambahkan faktor risiko berdasarkan karakteristik kehamilan meliputi riwayat persalinan, riwayat memiliki anak kembar, masalah kesehatan selama kehamilan, dan riwayat pemeriksaan USG.
Baca juga: Cegah kebutaan, bayi prematur perlu jalani screening
Rima menjelaskan, hal utama yang harus dilakukan yakni memberikan edukasi untuk mendukung kehamilan yang sehat, konsultasi kepada ahlinya, dan menekankan pentingnya memahami faktor risiko kelahiran prematur.
“Riwayat kelahiran dapat meningkatkan risiko prematur bagi ibu yang memiliki riwayat abortus (1,9 kali lebih berisiko), riwayat persalinan prematur (3 kali lebih berisiko), dan riwayat persalinan sesar (2,9 kali lebih berisiko)," kata dia.
Selain itu, usia ibu melahirkan kurang dari 19 atau lebih dari 35 tahun, stress maternal yang dialami ibu, dan jumlah cairan ketuban yang tidak normal juga dapat meningkatkan risiko preterm.
"Salah satu upaya untuk menurunkan risiko kelahiran prematur dapat dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan nutrisi melalui suplementasi Omega 3, Zinc, Vitamin D3, atau multi-mikronutrien," ujar Rima.
Menurut riset dari organisasi kesehatan dunia (WHO), 1 dari 10 anak lahir prematur. Setiap tahun diperkirakan 15 juta anak di seluruh dunia lahir sebelum waktunya (lebih dari 3 minggu sebelumnya).
Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2019 menunjukkan bahwa 84 persen kematian pada anak yang baru lahir di Indonesia disebabkan oleh kelahiran prematur.
Baca juga: Mengenal metode "Kangaroo Mother Care" untuk perawatan bayi prematur
Baca juga: Kemenkes: Kematian bayi di Indonesia 84 persen akibat lahir prematur
Baca juga: Asupan ASI sangat penting untuk bayi prematur
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021