"Termasuk di masa pandemi, pajak bisa menjadi insentif yang sangat membantu bagi para pelaku usaha dan warga," ujar Yustinus dalam diskusi publik secara virtual bertajuk "Wajah Baru Perpajakan Indonesia Pasca Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)" di Jakarta, Selasa.
Maka dari itu, dirinya saat ini sangat bangga dan senang karena permasalahan pajak di Tanah Air kini bukan hanya urusan Direktorat Jenderal Pajak maupun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai saja.
Kendati demikian, tantangan perpajakan di masa mendatang tentunya tidak akan ringan dan akan banyak sekali dinamika, sehingga tapi pemerintah dan Dewan Perakilan Rakyar (DPR) pada akhirnya meletakkan satu pondasi yang penting, yakni UU HPP.
Yustinus melihat UU tersebut bukan sekedar UU biasa, tetapi menjadi tonggak baru di mana paradigma perpajakan sangat kuat memiliki perspektif keadilan, kesetaraan, efisiensi, dan akuntabilitas.
"Ini yang dibangun dan saya sendiri menjadi saksi pelaku yang terlibat cukup dekat mengamati proses yang ada. Kami pastikan semua berjalan dalam tata kelola yang baik, transparan, serta akuntabel," ucap dia.
Ia bercerita seluruh pihak Kementerian Keuangan termasuk Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, dan Badan Kebijakan Fiskal sejawak awal telah mendengarkan masukan dari banyak pihak, baik melalui forum diskusi grup dan forum-forum lain, termasuk mendengarkan kritik dari berbagai elemen masyarakat.
Begitu pula dengan DPR yang telah melakukan berbagai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) serta berbagai forum untuk menyerap aspirasi masyarakat.
"Hasilnya UU ini adalah wajah baru perpajakan kita karena menjadi muara berbagai kepentingan, namun tetap mengedepankan kepentingan negara sehingga otoritas diperkuat tetapi keadilan tetap dikedepankan," tutup Yustinus.
Baca juga: Peneliti sebut UU HPP dukung penerapan pajak digital
Baca juga: Pemerintah perkirakan pendapatan negara capai 109,5 persen target 2021
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021