• Beranda
  • Berita
  • Praktisi sebut legisme jadi kendala atasi kasus kekerasan seksual

Praktisi sebut legisme jadi kendala atasi kasus kekerasan seksual

25 November 2021 14:31 WIB
Praktisi sebut legisme jadi kendala atasi kasus kekerasan seksual
Tangkapan layar praktisi hukum Yosep Parera dalam webinar nasional bertajuk “Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan di Indonesia” yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube BEMFH UMK, dipantau dari Jakarta, Kamis (25/11/2021). ANTARA/Tri Meilani Ameliya

Cara baca undang-undang dalam bingkai Pancasila itu adalah baca mukadimahnya, baca tujuan undang-undangnya.

Praktisi hukum Yosep Parera mengatakan pemberlakukan legisme dalam sistem penegakan hukum di Indonesia menjadi salah satu kendala saat mengatasi kasus kekerasan seksual, bahkan menyebabkan lonjakan tindak kejahatan tersebut.

“Legisme adalah paham atau aliran yang mengatakan aturan itu adalah segala-galanya. Maka, hak ataupun perbuatan yang tidak diatur dianggap bukan merupakan bagian tanggung jawab aparat penegak hukum," ujar Yosep Parera.

Yosep mengemukakan hal itu dalam webinar nasional bertajuk Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan di Indonesia yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube BEMFH UMK, dipantau dari Jakarta, Kamis.

Pemberlakuan legisme dalam penanganan kasus kekerasan seksual, lanjut Yosep, merupakan suatu kekeliruan.

Menurut dia, aparat penegak hukum telah diberikan kecerdasan moral, intelektual, dan spiritual dapat membaca undang-undang dalam bingkai Pancasila dengan mempertimbangkan rasa kemanusiaan dan keadilan. Dengan demikian, korban kekerasan seksual dapat memperoleh keadilan.

"Cara baca undang-undang dalam bingkai Pancasila itu adalah baca mukadimahnya, baca tujuan undang-undangnya," katanya.

Yosep mengambil contoh kasus terbaru dari seorang istri yang didakwa bersalah atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga karena menegur suaminya yang mabuk. Jika aparat penegak hukum mengesampingkan legisme, tentu saja tidak ada dakwaan itu.

"Untungnya, Kejaksaan Agung sudah langsung turun tangan dan menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan jaksa penuntut umum," ujarnya.

Dalam webinar yang diselenggarakan oleh BEM Fakultas Hukum Universitas Muria Kudus Jawa Tengah itu, Yosep Parera juga menjelaskan paham lain yang menyebabkan pelonjakan kasus kekerasan seksual di Indonesia, salah satunya adalah paham terkait dengan kedudukan perempuan yang berada di bawah laki-laki.

"Ini tidak hanya mengakar pada sisi kognisi atau pemerolehan pengetahuan, tetapi juga pada sisi afeksi yang melibatkan emosi," ujar Yosep.

Dengan pemahaman seperti itu, lanjut dia, perempuan yang melaporkan kasus kekerasan seksual tidak mendapat dukungan penuh dari banyak pihak. Selain itu, tidak tercipta pula legitimasi kesetaraan hak di antara perempuan dan laki-laki.

Untuk mengatasi permasalahan yang membuat kekerasan seksual makin marak di Indonesia, Yosep Parera berharap masyarakat dapat mengubah paradigma yang keliru tentang perempuan.

Baca juga: Peradi Karawang: Kasus istri marahi suami mabuk seharusnya tak terjadi

Baca juga: Bareskrim Polri beri atensi kasus kekerasan seksual anak di Malang

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021