Langkah AS itu bisa meningkatkan ketegangan yang dapat merusak pembicaraan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 antara negara-negara besar dan Iran.
Teheran mengalami beberapa kebuntuan dengan IAEA dan Dewan Gubernur IAEA yang berasal dari 35 negara mengadakan pertemuan triwulan pada pekan ini.
Presiden AS sebelumnya, Donald Trump, saat itu menarik Washington keluar dari kesepakatan nuklir 2015 yang mencabut sanksi sebagai imbalan atas pembatasan aktivitas nuklir Iran.
Trump memberlakukan kembali sanksi yang melemahkan Iran, dan setelah itu Teheran secara progresif memperluas aktivitas nuklirnya dan mengurangi kerja sama dengan IAEA.
Iran menolak memberi akses kepada IAEA untuk memasang kembali kamera pengintai di sebuah bengkel di kompleks TESA Karaj.
Baca juga: Kepala IAEA: Perundingan di Iran terbukti belum tuntas
TESA Karaj adalah salah satu situs di mana Iran sebelumnya setuju memberikan akses kepada inspektur IAEA untuk memasang peralatan pemantau IAEA.
IAEA juga menginginkan jawaban tentang asal usul partikel uranium yang ditemukan di situs-situs yang tampaknya sudah lama tetapi tidak diumumkan.
IAEA juga mengatakan bahwa Iran telah membuat para inspekturnya terus melakukan "pencarian fisik yang terlalu invasif".
"Jika sikap tidak kooperatif Iran tidak segera diperbaiki ... Dewan (Gubernur IAEA) tidak akan punya pilihan selain bersidang kembali dalam sesi luar biasa sebelum akhir tahun ini untuk mengatasi krisis," kata sebuah pernyataan dari pemerintah AS kepada Dewan Gubernur IAEA.
Pernyataan AS itu merujuk "secara khusus" pada pemasangan kembali kamera IAEA di bengkel kompleks TESA Karaj, yang membuat suku cadang sentrifugal canggih untuk pengayaan uranium.
Baca juga: Perundingan kesepakatan nuklir Iran dimulai lagi 29 November
Bengkel itu dihantam sabotase pada Juni yang disebut Iran sebagai serangan oleh musuh bebuyutannya, Israel.
Satu dari empat kamera IAEA yang dipasang di sana hancur dan rekamannya hilang. Setelah itu, Iran mencabut semua kamera. Israel belum mengomentari insiden itu.
Kepala IAEA Rafael Grossi pada Rabu (24/11) mengatakan bahwa dia tidak tahu apakah bengkel itu beroperasi lagi, dan waktu hampir habis untuk mencapai kesepakatan.
Pertemuan luar biasa Dewan Gubernur IAEA kemungkinan besar akan ditujukan untuk meloloskan resolusi terhadap Iran. Langkah itu menjadi eskalasi diplomatik yang kemungkinan dipakai untuk memusuhi Teheran.
Langkah itu juga bisa membahayakan pembicaraan tidak langsung antara Iran dan AS tentang upaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015, yang akan dilanjutkan pada Senin (29/11).
Sumber: Reuters
Baca juga: Sullivan: Diplomasi cara terbaik kendalikan program nuklir Iran
Baca juga: Negara besar akan temui Iran di PBB, hidupkan lagi pakta nuklir
Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021