Perdana Menteri Boris Johnson telah membatasi perjalanan ke Afrika bagian selatan, memperketat aturan tes COVID-19, dan mewajibkan penggunaan masker di toko-toko dan angkutan sebagai respons terhadap penyebaran Omicron.
Dia juga meminta Komite Bersama untuk Vaksinasi dan Imunisasi Inggris untuk segera meninjau booster untuk orang-orang berusia di bawah 40 tahun, serta mempertimbangkan untuk mengurangi jarak waktu pemberian dosis kedua dengan dosis booster.
"Kami menunggu saran itu. Saya harap itu akan datang, semoga hari ini," kata menteri muda kesehatan Edward Argar kepada Sky News, pada Senin.
"Saya tidak berpikir panduan itu telah disampaikan secara resmi tetapi kami mengharapkan itu dalam beberapa jam mendatang."
Baca juga: WHO: Omicron timbulkan risiko global yang sangat tinggi
Para menteri juga ingin meningkatkan pemberian suntikan booster. Bahkan jika vaksin terbukti kurang efektif melawan Omicron, mereka tetap harus menawarkan perlindungan yang lebih baik terhadap varian itu dan mengurangi jumlah rawat inap dan kematian.
Badan Keamanan Kesehatan Inggris pada Minggu (28/11) menyatakan telah mengidentifikasi kasus ketiga yang dikonfirmasi sebagai Omicron, yang menurut para ilmuwan memiliki sekitar dua kali lipat jumlah mutasi pada lonjakan protein dibandingkan varian Delta yang dominan saat ini.
"Saya kira kasus akan meningkat. Kita tidak tahu dengan kecepatan berapa atau angka berapa, jadi apa yang kita lakukan adalah mencoba memperlambatnya. Tetapi kita tidak bisa menghentikannya," kata Argar.
"Kami berusaha memberi kami waktu untuk memahami cara kerjanya dan bagaimana varian itu berinteraksi dengan vaksin."
Sumber: Reuters
Baca juga: Botswana konfirmasi 19 kasus COVID varian Omicron
Baca juga: Dugaan kasus pertama COVID-19 Omicron ditemukan di Swiss
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021