• Beranda
  • Berita
  • Pemerintah kaji insentif fiskal untuk industri hulu migas

Pemerintah kaji insentif fiskal untuk industri hulu migas

30 November 2021 18:39 WIB
Pemerintah kaji insentif fiskal untuk industri hulu migas
Salah satu kegiatan industri hulu migas Pertamina EP Asset 1 di Jambi. ANTARA/HO-Pertamina.

Detail kebijakan masih kami diskusikan

Pemerintah Indonesia saat ini sedang mengkaji insentif fiskal untuk industri hulu minyak dan gas bumi (migas) untuk menghasilkan reformasi peraturan kontrak hulu migas yang dapat mendongkrak peningkatan produksi.
 
Kajian ini dilakukan agar industri hulu migas dapat memainkan perannya saat Indonesia memasuki masa transisi energi dengan tetap berkomitmen terhadap penurunan emisi karbon.
 
“Detail kebijakan masih kami diskusikan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konvensi minyak dan gas (IOG 2021) yang dipantau di Badung, Bali, Selasa.
 
IOG 2021 merupakan konvensi internasional yang diselenggarakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dalam rangka mendukung pencapaian visi bersama, yaitu target produksi minyak 1 juta barel per hari dan produksi gas 12 miliar kaki kubik per hari di tahun 2030.Topik transisi energi menjadi salah satu materi diskusi yang menarik perhatian peserta konvensi.

Sri Mulyani menyampaikan bahwa Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi 3,5 sampai 4,0 persen pada 2021 dan 2022. Hal ini diharapkan dapat tercapai melalui kontribusi dari peningkatan produksi industri hulu migas karena mengingat mayoritas industri di Indonesia masih berbasis migas.

Untuk mendorong meningkatkan produksi migas, perlu usaha-usaha bersama dari semua pihak. Peningkatan investasi dalam industri migas membutuhkan dukungan berupa perbaikan fiskal dan insentif. Selain perbaikan insentif fiskal, beberapa hal yang harus dilakukan adalah kepastian kontrak, efisiensi dan teknologi, serta good governance, dan transparansi.
 
Sri Mulyani menuturkan desain industri hulu migas harus sejalan dengan peta jalan Indonesia menuju netralitas karbon pada 2060. Sinkronisasi tersebut terkait upaya Indonesia yang ingin meningkatkan energi terbarukan, namun tetap menggunakan bahan bakar fosil dan mengutilisasinya untuk mengurangi emisi karbon.
 
"Oleh karena itu Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, SKK Migas serta kalangan industri harus bekerja sama untuk menyusun kebijakan yang sesuai untuk terus mengembangkan ketahanan energi yang mendukung perbaikan ekonomi,” ujar Sri Mulyani.
 
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah berkomitmen untuk melakukan transisi energi yang mengarah kepada peningkatan pemakaian energi terbarukan.
 
Menurutnya, Indonesia tetap akan membutuhkan minyak dan gas bumi sebagai sumber energi dan bahan baku utama untuk menjamin kecukupan pasokan energi dan mendukung kegiatan ekonomi.
 
"Gas bumi sebagai sumber daya energi yang emisinya rendah tentunya mempunyai peran yang dapat ditingkatkan untuk menggantikan energi fosil lainnya," ujar Airlangga.
 
Indonesia berkomitmen agar industri hulu migas dalam jangka panjang bisa meningkatkan lifting minyak dan gas bumi, sehingga dibutuhkan peta jalan agar upaya peningkatan produksi yang diusahakan sebesar 1 juta BOPD dan 12 BSCFD dapat tercapai pada 2030.
 
Pemerintah memberikan ruang untuk peningkatan investasi dengan berbagai insentif di sektor hulu migas.

Berdasarkan data SKK Migas, sektor hulu migas tahun lalu telah menyumbang penerimaan negara sebesar Rp103,5 triliun dengan rincian penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas dan PNBP lainnya sebesar Rp70,5 triliun, serta pajak penghasilan (PPh) migas sebesar Rp33 triliun.
 
Pada 2021, berdasarkan perhitungan outlook bagi hasil kontrak kerja sama (Production Sharing Contract/PSC), diperkirakan sektor hulu migas akan kembali memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan negara. Sampai dengan 31 Oktober 2021, penerimaan negara telah mencapai 10,93 miliar dolar AS atau sekitar 150 persen dari target APBN 2021.

Angka proyeksi penerimaan negara sebesar 12,36 miliar dolar AS atau mencapai 170 persen dari target APBN 2021. Capaian tersebut belum memperhitungkan komponen kewajiban kontraktual pemerintah kepada kontraktor migas terkait.

Baca juga: SKK Migas: Insentif hulu migas sumbang penerimaan negara Rp41 triliun
Baca juga: Menteri ESDM usulkan insentif fiskal dorong investasi hulu migas
Baca juga: Industri hulu migas sumbang penerimaan negara Rp96,7 triliun

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021