PT Manulife Aset Manajemen Indonesia memprediksi pasar saham dan pasar obligasi Indonesia pada tahun depan akan tumbuh positif, seiring pemulihan perekonomian domestik.Situasi dan penanganan pandemi sempat membuat kinerja pasar saham tertinggal. Namun perbaikan penanganan dan kondisi fundamental yang semakin kuat membuat pasar saham menawarkan peluang pertumbuhan yang baik di 2022
"Situasi dan penanganan pandemi sempat membuat kinerja pasar saham tertinggal. Namun perbaikan penanganan dan kondisi fundamental yang semakin kuat membuat pasar saham menawarkan peluang pertumbuhan yang baik di 2022," kata Senior Portfolio Manager, Equity, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Samuel Kesuma saat jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Selain itu, lanjut dia, prospek pemulihan ekonomi yang lebih kuat dan resilient mendorong normalisasi pertumbuhan profitabilitas perusahaan ke level yang lebih sehat pada 2022.
Hal lainnya, lanjut Samuel, adalah peluang pertumbuhan e-economy yang cerah mendorong tingginya minat investor, terutama didukung potensi inklusi pada indeks saham global dan rencana IPO beberapa saham e-economy pada 2022.
"Di tahun 2022, kami mempertahankan posisi overweight pada sektor inti yang mendapatkan manfaat dari perubahan struktural, seperti e-economy, green economy, dan telekomunikasi. Sementara itu, secara selektif kami mengambil posisi overweight pada beberapa sektor yang menjadi proxy pembukaan kembali ekonomi, seperti finansial, otomotif, dan properti. Kami memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan berada di level 7.600," ujar Samuel.
Baca juga: Pengamat: Penutupan kode broker bakal bikin pasar modal lebih sehat
Sementara itu Director & Chief Investment Officer, Fixed Income MAMI Ezra Nazula mengatakan saat ini pasar obligasi Indonesia memberikan imbal hasil riil yang relatif tinggi dibandingkan kawasan.
"Hal ini membuat pasar obligasi kuat menghadapi perubahan sentimen global di 2022," ujar Ezra.
Prospek pasokan yang terkendali dan permintaan domestik yang kuat, kata dia, ditopang oleh laju pertumbuhan kredit yang masih relatif rendah dan imbal hasil obligasi yang menarik, dapat mendukung pergerakan obligasi Indonesia.
"Faktor sentimen dan fundamental yang lebih kokoh berkontribusi pada stabilitas pergerakan pasar obligasi Indonesia, menjadi sarana diversifikasi portofolio yang baik," kata Ezra.
Ia menambahkan pemerintah dan Bank Indonesia telah berkomitmen mereformasi perpajakan dan melanjutkan skema berbagi beban jilid III untuk pendanaan APBN pada 2022. Kondisi itu menjaga ruang dan berkelanjutan fiskal dalam jangka menengah, terutama dalam menurunkan defisit anggaran menuju di bawah 3 persen terhadap PDB pada 2023.
"Di tengah kondisi fiskal yang lebih hati-hati, sinergi fiskal-moneter dinilai sebagai hal yang positif berpotensi mengurangi tekanan terhadap peringkat kredit Indonesia. Kami memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah dengan durasi 10 tahun untuk tahun 2022 akan berada di level 6 persen hingga 6,25 persen," ujar Ezra.
Baca juga: Harga emas datar di Asia, saat dolar dan "yields" obligasi AS menguat
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021