Saya menilai RUU EBTKE untuk mengurangi emisi karbon.
Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti menilai aturan dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) dapat mengurangi emisi karbon sehingga perlu segera didorong dan direalisasikan.
"Saya menilai RUU EBTKE untuk mengurangi emisi karbon, ini akan didorong dan 'pekerjaan rumah' bersama untuk mengawal. Harus bersatu lintas fraksi, tidak lagi lihat warna namun bagaimana bisa gotong royong untuk realisasi kebijakan untuk bangsa Indonesia," kata Roro Diah, di Jakarta, Rabu, dalam Focus Group Discussion dengan tema "Indonesia Menuju Net Zero Emission 2060" yang digelar Pandawa Nusantara, di Hotel Sultan secara daring.
Roro Diah mengatakan, penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) diyakini akan menciptakan banyak lapangan pekerjaan di Indonesia.
Selain itu, menurut dia, apabila dibarengi dengan sistem Low Carbon Development, maka akan mengurangi emisi karbon sehingga target Net Zero Emmition (NZE) pada 2060 akan tercapai sebagaimana hasil pertemuan KTT Perubahan Iklim (COP) 26 di Glasgow, Skotlandia beberapa waktu lalu.
"Ketika kita menerapkan sistem low carbon development ini, sebetulnya kita mempunyai potensi mengurangi emisi sebesar 43 persen pada 2030. Kita juga bisa menghasilkan 23 juta pekerjaan lebih hijau dan lebih baik," ujarnya.
Roro menyampaikan, penggunaan EBT juga bisa menyelamatkan sebanyak 40 ribu jiwa per tahun, karena bisa mengurangi polusi udara dan air.
DIa menilai, polusi pengaruhi kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia, bisa menghambat produktivitas negara dan akan sulit capai Indonesia Emas 2045.
Roro mengatakan, komitmen besar tersebut harus direalisasikan sedikit demi sedikit atau pun melalui transisi, tidak bisa sekaligus. Roro juga meyakini, perubahan tersebut akan membawa multiplier effect yang positif.
"Perubahan dibutuhkan kemauan politik atau 'political will', kemauan dari pembuat kebijakan. Kami sudah merancang paling optimal harus seperti apa dan sepakat mendorong energi transisi di Indonesia," katanya lagi.
Karena itu, Roro menegaskan bahwa RUU EBTKE di DPR RI harus didorong dan direalisasikan.
Dalam diskusi tersebut, Pengurus DPP Pandawa Nusantara Mamit Setiawan sepakat dengan Roro terkait penggunaan EBT tersebut. Namun, dia mengingatkan bahwa harga EBT masih sangat tinggi dibanding energi fosil.
"Kita setuju transisi energi ini harus dan sebuah keniscayaan, tapi jangan sampai transisi energi memberatkan negara dan pastinya memberatkan masyarakat. Pilihannya ada dua, harga dinaikkan atau pemerintah beri subsidi karena energi ini harganya masih tinggi," ujarnya pula.
Mamit mendukung penggunaan EBT ke depannya, salah satu yang harus didorong saat ini karena merupakan realisasi pembahasan RUU EBTKE di DPR RI.
Menurut dia, dengan adanya UU EBT, maka ada kepastian hukum, investasi tumbuh karena tidak mungkin PLN, Pertamina jalan sendiri tanpa investasi karena biaya yang dibutuhkan sangat besar.
Baca juga: Anggota DPR katakan RUU EBT merupakan wujud demokrasi lingkungan
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021