• Beranda
  • Berita
  • Anggota DPR katakan RUU EBT merupakan wujud demokrasi lingkungan

Anggota DPR katakan RUU EBT merupakan wujud demokrasi lingkungan

29 Juli 2020 16:59 WIB
Anggota DPR katakan RUU EBT merupakan wujud demokrasi lingkungan
Anggota Komisi VII DPR Dyah Roro Esti (baris atas, tengah) menjadi pembicara mewakili parlemen Indonesia dalam forum internasional Launch of the Westminster Foundation for Democracy (WFD) Environmental Democracy Initiative yang digelar secara virtual pada Selasa (27/7/2020). ANTARA/HO-Dokumentasi pribadi 

Regulasi ini muncul seiring dengan meningkatnya kesadaran akan bahaya penggunaan plastik. Peran masyarakat merupakan hal yang sangat signifikan dalam implementasi demokrasi lingkungan

Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti mengatakan Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) merupakan kontribusi DPR mewujudkan demokrasi lingkungan.

"Sebagai salah satu implementasi demokrasi lingkungan, DPR RI telah memperjuangkan RUU EBT yang sudah masuk dalam prolegnas tahun 2020 ini," katanya dalam rilis di Jakarta, Rabu.

Hal tersebut disampaikan politisi milenial Partai Golkar ini dalam diskusi virtual Launch of the Westminster Foundation for Democracy (WFD) Environmental Democracy Initiative pada Selasa (27/7), sebagai perwakilan parlemen Indonesia.

Diskusi ini turut diikuti Ketua Komisi Lingkungan Parlemen dari berbagai negara yakni Christine Jardine (Inggris), Hon Yaw Frimpong Addo (Ghana), U Soe Thura Tun (Myanmar), Ibrahim Tawa Conteh (Sierra Leone), Munazza Hasan (Pakistan), Bell Ribiero-Addy (Inggris), Balogun Olusegun (Lagos), dan Deputy Speaker dari Parlemen Georgia Kakhaber Kuchava.

Roro Esti memaparkan RUU EBT juga merupakan bentuk komitmen Indonesia melawan perubahan iklim, selain upaya memenuhi target menurunkan tingkat emisi karbon sebesar 29 persen secara mandiri dan 41 persen dengan bantuan internasional.

Dalam forum internasional itu, Roro Esti menyatakan demokrasi lingkungan didasarkan pada gagasan bahwa pembuatan keputusan yang terkait dengan lingkungan dan sumber daya alam harus didasarkan atas kepentingan rakyat secara adil.

Terdapat tiga faktor fundamental dalam demokrasi lingkungan yaitu akses terhadap informasi, partisipasi masyarakat, dan akses terhadap keadilan.

Roro Esti melanjutkan dasar hukum demokrasi lingkungan di Indonesia tercantum dalam UUD 1945 dan UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

The Environmental Democracy Index (EDI) atau Indeks Demokrasi Lingkungan yang menggambarkan tingkat kemajuan suatu negara dalam mengembangkan kebijakan dan regulasi serta penerapan untuk transparansi, akses terhadap keadilan dan partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan lingkungan hidup, menempatkan Indonesia berada pada peringkat ke-16 dari 70 negara. Indonesia juga menduduki posisi tertinggi di kawasan Asia dan Pasifik.

Selain itu, alumni Imperial College London ini juga menyampaikan demokrasi lingkungan sudah diterapkan pada beberapa daerah di Indonesia, seperti DKI Jakarta, Bogor, Banjarmasin, dan Bali, yang melarang penggunaan plastik untuk berbelanja.

"Regulasi ini muncul seiring dengan meningkatnya kesadaran akan bahaya penggunaan plastik. Peran masyarakat merupakan hal yang sangat signifikan dalam implementasi demokrasi lingkungan," ujarnya.

Roro Esti juga mengatakan WFD dapat mendukung penguatan demokrasi lingkungan setelah pandemi COVID-19.

"Kondisi adaptasi kebiasaan baru membuktikan bahwa manusia dapat beradaptasi dengan cepat. Ini perlu dijadikan momentum untuk mengubah kebiasaan hidup kita yang sifatnya lebih ramah lingkungan yang tentu dengan tujuan untuk merealisasikan pembangunan berkelanjutan," tambahnya.

Dyah Roro Esti juga memaparkan masalah lingkungan membutuhkan kerja sama multisektoral dan pendekatan multidisiplin untuk menyelesaikannya.

"Hal ini membutuhkan kerja sama parlemen, pemerintah, industri, CSO, akademisi, pemuda, masyarakat umum, dan lainnya. Di Indonesia, dikenal istilah gotong royong, yang kita bekerja bersama berdampingan mewujudkan tujuan besar kita," katanya.

Salah satu langkah besar di Indonesia adalah melalui Green Economy Caucus (GEC) atau Kaukus Ekonomi HIjau DPR RI, yang berdiri sejak 2010.

GEC beranggotakan lebih dari 20 anggota parlemen lintas partai dan sektor yang bekerja sama mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

"Ke depannya, GEC dapat bekerja sama dengan WFD untuk merumuskan solusi bagi masalah lingkungan dan memberikan kontribusi yang lebih besar bersama-sama," kata Roro Esti.

Baca juga: Pakar Energi UB: Potensi pembangkit EBT di Indonesia sangat besar

Baca juga: Kementerian ESDM: Bauran energi baru terbarukan capai 11,51 persen

Baca juga: Kementerian ESDM jajaki potensi panas bumi sebagai EBT di Tana Toraja

Baca juga: Kementerian ESDM: Pemakaian EBT tingkatkan indeks kebahagiaan

 

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020