Saham-saham Asia tergelincir dan dolar bertahan kuat pada perdagangan Jumat pagi, karena para pedagang menjauh dari aset-aset berisiko di tengah kekhawatiran baru tentang COVID-19 dan menjelang data inflasi utama AS yang dapat menetapkan arah pada suku bunga Federal Reserve.Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang merosot 0,4 persen dan indeks Nikkei Jepang jatuh 0,5 persen
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang merosot 0,4 persen dan indeks Nikkei Jepang jatuh 0,5 persen.
Semalam, indeks S&P 500 turun 0,72 persen, indeks Komposit Nasdaq anjlok 1,71 persen. Indeks berjangka S&P 500 naik 0,14 persen di sesi Asia.
Saham dan mata uang yang ramah risiko telah berkinerja baik di awal pekan, dengan patokan regional MSCI membukukan hari terbaiknya dalam dua bulan pada Selasa (7/12/2021), dibantu oleh indikasi varian baru virus corona Omicron mungkin tidak mengganggu ekonomi seperti yang ditakutkan pertama kali.
"Kemudian, ketika kita sampai pada akhir pekan, fakta bahwa Eropa jauh lebih jelas bergerak menuju penguncian dan kasus-kasus meningkat, serta jumlah kasus COVID-19 di AS mulai sedikit meningkat," kata Rob Carnell, kepala penelitian Asia Pasifik di ING, dikutip dari Reuters.
"Juga ada sedikit perasaan 'jangan terlalu banyak mengambil risiko untuk akhir pekan'. Tentu saja, ada IHK di AS - tapi saya pikir kita semua sudah sadar akan fakta bahwa ada inflasi di AS sekarang," tambahnya.
Indeks harga konsumen (IHK) AS untuk November akan dirilis Jumat malam dan jajak pendapat ekonom Reuters memperkirakan indeks itu telah meningkat 6,8 persen tahun-ke-tahun, menyalip kenaikan 6,2 persen pada Oktober, yang merupakan kenaikan tercepat dalam 31 tahun.
Kejutan kenaikan apa pun kemungkinan akan ditafsirkan sebagai kasus untuk tapering Fed dan kenaikan suku bunga yang lebih cepat.
Saham China Evergrande Group kehilangan 1,5 persen setelah Fitch menurunkan peringkatnya ke status gagal bayar terbatas.
Indeks acuan Hong Kong turun 0,24 persen tetapi pasar global tidak terlalu peduli dengan perkembangan terbaru dalam kisah Evergrande yang sudah berjalan lama dibandingkan beberapa bulan lalu.
"Masalah ini telah berlangsung selama dua setengah bulan sekarang, dan pasar tampaknya tidak terlalu sibuk karena gagal bayar pada utang luar negeri Evergrande tampaknya sangat mungkin terjadi," kata Shane Oliver, kepala strategi investasi di AMP Capital.
Juga di China, bank sentral pada Kamis (9/12/2021) mengarahkan lembaga keuangan untuk menyimpan lebih banyak cadangan devisa untuk kedua kalinya tahun ini, yang ditafsirkan pasar sebagai upaya untuk memperlambat apresiasi cepat yuan baru-baru ini.
Yuan kehilangan sekitar setengah persen dalam perdagangan di luar negeri pada Kamis (9/12/2021), dan melemah lebih lanjut pada Jumat menjadi 6,385 per dolar AS.
Pergerakan mata uang lainnya sejalan dengan sentimen penghindaran risiko yang luas. Dolar bertahan kuat, euro yang turun 0,4 persen semalam berada di bawah tekanan, sementara dolar Aussie bergerak lebih rendah.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS tergelincir sedikit semalam, dengan imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang dijadikan acuan terakhir di 1,4888 persen.
Minyak juga tergelincir. Minyak mentah AS turun 0,5 persen menjadi diperdagangkan di 70,56 dolar AS per barel. Minyak mentah Brent turun 0,47 persen menjadi diperdagangkan di 74,08 dolar AS per barel.
Namun, emas bergerak sedikit lebih tinggi di tengah kekhawatiran inflasi AS. Harga spot emas menguat 0,2 persen menjadi 1.777,8 dolar AS per ounce.
Baca juga: Saham Korsel bidik minggu terbaik dalam dua bulan, fokus inflasi AS
Baca juga: IHSG terkoreksi ikuti pelemahan bursa regional dan global
Baca juga: Saham China dibuka melemah, setelah catat kenaikan tiga sesi beruntun
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021