"Kami mendukung proses peradilan yang sedang berlangsung serta mendorong penerapan hukuman yang tegas dan maksimum terhadap terdakwa yang telah melakukan perbuatan sangat keji terhadap anak yang ingin mendapatkan pendidikan terbaiknya," kata Nahar melalui siaran pers, Jakarta, Jumat.
Guru pesantren di Cibiru, Kota Bandung tersebut melakukan pemerkosaan terhadap 12 santriwati selama lima tahun sejak 2016 – 2021. Bahkan empat santriwati melahirkan delapan anak.
Baca juga: KPAI: Pemerkosa 12 santriwati bisa dihukum penjara 20 tahun dan kebiri
Dalam persidangan yang sedang berlangsung, terdakwa disangkakan melanggar Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) Jo Pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pelaku terancam hukuman lebih dari 5 tahun.
Nahar menginformasikan saat ini korban telah mendapat pendampingan dari Lembaga Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak yang dikoordinasikan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jawa Barat.
"Perhatian khusus diberikan untuk pendampingan psikososial agar anak korban pulih dan dapat kembali ke masyarakat," kata Nahar.
Nahar meminta semua pihak termasuk media berhati-hati dalam menyampaikan informasi serta tidak memberi stigma kepada korban. Menurut dia, korban berhak mendapatkan perlindungan identitas diri atau privasi demi menghindari dampak-dampak buruk lainnya.
Nahar mengatakan kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan berasrama sangat sering terjadi.
Baca juga: P2TP2A Garut dampingi santriwati korban tiindak asusila oknum guru
Kemen PPPA pun mengharapkan adanya langkah pencegahan yang serius dari semua pihak, baik dari pengelola lembaga pendidikan maupun melibatkan pengawasan orangtua dan pihak-pihak lainnya.
Pihaknya mendorong agar setiap lembaga pendidikan dan pengasuhan, termasuk pesantren harus memiliki dan menerapkan standar pengasuhan bagi anak yang berada di bawah tanggung jawabnya.
"Kami juga mengharapkan orang tua turut mengawasi anaknya yang ditempatkan di lembaga pengasuhan atau pendidikan dan membangun komunikasi yang intens dengan anak sebagai bagian dari tanggung jawab pengasuhan yang tidak boleh dilepaskan begitu saja kepada lembaga tersebut," ujar Nahar.
Nahar mengatakan lembaga pengasuhan atau pesantren wajib memberikan orientasi kepada peserta didik untuk melindungi dirinya dari segala bentuk tindak kekerasan dan memiliki akses untuk melaporkan segala bentuk perlakuan yang diterima.
Baca juga: KPAI: Hak pendidikan anak korban pelecehan seksual harus dipenuhi
Baca juga: Ridwan Kamil kutuk keras guru pesantren lecehkan belasan santriwati
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021