Jumlah itu naik dari laporan pada periode sebelumnya sebesar 1.178 laporan.
Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta mendapatkan laporan sebanyak 1.321 kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi sepanjang 1 November 2020 sampai 30 Oktober 2021, yang berarti terjadi kenaikan kasus.
Koordinator Pelayanan Hukum LBH Apik Jakarta Uli Pangaribuan mengemukakan bahwa jumlah itu naik dari laporan pada periode sebelumnya sebesar 1.178 laporan.
"Selama tiga tahun terakhir, laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang kami terima terus meningkat. Pada 2019 angkanya sebanyak 794 kasus," kata Uli dalam paparan Catatan Tahunan LBH Apik Jakarta yang diikuti di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan laporan paling banyak datang dari Jakarta Timur sebesar 227 kasus, Jakarta Selatan 125 kasus, Bekasi 112 kasus, Tangerang Selatan 105 kasus, dan Jakarta Barat sebanyak 97 kasus.
Apabila pada tahun-tahun sebelumnya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan, tahun 2021 kasus yang paling banyak dilaporkan ialah Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
Dalam tiga tahun terakhir, laporan terkait KBGO yang diterima LBH Apik Jakarta meningkat dari hanya 17 kasus di 2019, menjadi 307 kasus pada 2020, dan 489 kasus di 2021.
Sementara itu, laporan terkait KDRT kepada tercatat sebanyak 249 pada 2019, 418 kasus pada 2020, dan sedikit turun menjadi 374 kasus pada 2021. Demikian pula kasus kekerasan dalam pacaran yang tercatat dilaporkan sebanyak 73 kasus di 2021 atau turun dari 92 kasus pada 2019.
"Namun penurunan kekerasan ini tidak signifikan. Dan sebagian kasus kekerasan dalam pacaran termasuk dalam KBGO, sementara kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan lainnya baru dimasukkan kategori sendiri," katanya.
Selain ketiga kasus tersebut, tindak pidana umum yang sebanyak 81 kasus dan kekerasan seksual dewasa sebanyak 66 yang kasus menjadi lima kasus terbanyak yang diterima LBH Apik Jakarta.
LBH Apik juga mencatat kekerasan paling banyak terjadi di ranah privat, seperti di rumah, indekos, kamar hotel, dan kontrakan yakni sebanyak 553 kasus, karena korban kekerasan berbasis gender biasanya memiliki relasi yang dekat dengan pelaku.
"Ranah privat lebih minim saksi serta bukti sehingga untuk proses hukum menjadi sulit dilakukan," katanya.
Dengan peningkatan laporan terkait KBGO, kekerasan juga banyak terjadi di dunia digital sebanyak 489 kasus. Sementara di tempat publik seperti tempat kerja, tempat ibadah, kampus, sekolah, dan transportasi publik, kekerasan yang dilaporkan sebesar 47 kasus, demikian Uli Pangaribuan.
Baca juga: LBH APIK: KPPPA perlu tingkatkan peran untuk menghapus KDRT
Baca juga: Perlu keadilan restoratif tangani kekerasan perempuan dan anak
Baca juga: LBH APIK laporkan Masinton ke MKD
Baca juga: Masyarakat diminta tidak sebarkan identitas korban kekerasan
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021