"Kita menangkap mereka masih ada mental block-nya, maka kami menanyakan apa keinginan mereka. Mereka rata-rata ingin sekolah," ujar Risma saat ditemui di Gedung Kemensos di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Ridwan Kamil minta publik empati ke santriwati korban pemerkosaan
Risma mengatakan selama bersekolah di pesantren milik pelaku pemerkosa, Herry Wiryawan (36), para korban tidak memiliki dokumen apapun termasuk rapor dan ijazah. Padahal, dokumen-dokumen itu dibutuhkan agar korban bisa melanjutkan program pendidikannya.
Demi menjamin keberlangsungan hidup serta hak-hak korban, Risma mengaku akan melakukan intervensi dengan berkoordinasi secara lintas sektoral.
"Bantuan ini bagaimana mereka mendapatkan dokumen-dokumen pentingnya. Kalau dia pindah ke sekolah lain, pasti dokumen ini dibutuhkan," kata dia.
Selain membantu korban, Kemensos juga akan memberikan jaminan bagi anak-anak yang lahir dari rahim korban akibat perbuatan tak termaafkan Herry Wiryawan.
Baca juga: Komisi III DPR: Polisi harus sinergi beri konseling korban pemerkosaan
Baca juga: LPSK ingatkan lindungi kebutuhan anak korban perkosaan di pesantren
Berdasarkan laporan dari Bunda Forum Anak Daerah (FAD) Jawa Barat korban pemerkosaan Herry Wirawan berjumlah 13 orang. Dari jumlah tersebut, sembilan bayi lahir dari delapan korban, bahkan ada yang sudah memiliki dua anak.
"Bagaimana anak ini ke depannya, baik untuk ibunya maupun anak itu sendiri supaya kelangsungan mereka bisa kita jaga. Supaya tumbuh kembang mereka bisa normal," kata dia.
Kemensos juga telah menerjunkan pendamping untuk memulihkan kondisi psikologis korban beserta orang tuanya. "Karena traumanya berat, bahkan saya minta hipnoterapi juga. Orang tuanya juga sedang dalam pendampingan kami," kata Risma.
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021