Pengetahuannya yang kurang
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di Provinsi DKI Jakarta meningkat akibat minimnya edukasi terkait kesehatan kehamilan pada ibu hamil.
“Kalau menurut saya, ketersediaan makanan di sini itu sudah cukup, tetapi pengetahuannya yang kurang. Sedangkan edukasi itu penting,” kata Hasto saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Menanggapi jumlah BBLR yang meningkat di ibu kota, Hasto menjelaskan bahwa edukasi kesehatan pada ibu khususnya mengenai kehamilan masih rendah, sehingga banyak ibu hamil yang tidak mengetahui pentingnya rutin memeriksakan kesehatan ke fasilitas kesehatan.
Kurangnya edukasi itu kemudian diperparah dengan adanya pandemi COVID-19 yang menyebabkan ibu tak bisa memeriksakan kandunganya, bahkan menimbulkan rasa takut untuk pergi ke bidan, klinik maupun puskesmas terdekat.
“Pandemi sudah mau dua tahun. Dia mau ke tempat pertolongan, persalinan ataupun ke bidan dan klinik, mungkin tidak secepat waktu dulu sebelum pandemi. Dia takut, saya yakin itu sebabnya,” ujar dia.
Akibatnya, angka kelahiran prematur menjadi tinggi karena bayi lahir sebelum waktunya. Hal itu disebabkan karena tak jarang pada saat ibu mengalami pembukaan persalinan, ibu telat mendapatkan penanganan.
Hingga pembukaan pada mulut rahim itu telah mencapai sebesar empat sentimeter dan melahirkan di luar fasilitas kesehatan seperti di dalam mobil maupun dalam perjalanan.
Oleh sebab itu, menurutnya sangat penting untuk memberikan ibu banyak pemahaman tidak hanya pada kesehatan kehamilan saja, tetapi juga nutrisi yang didapat ibu hingga pemberian edukasi mengenai sebab, akibat dan gejala kelahiran prematur.
Baca juga: Angka bayi dengan berat badan lahir rendah di DKI Jakarta meningkat
Baca juga: Menko PMK : Angka kematian bayi berat badan rendah di NTB tinggi
Guna menekan angka BBLR semakin meningkat sekaligus menurunkan angka anak stunting (lahir dalam keadaan kerdil), pihaknya telah membentuk tim pendaming keluarga yang nantinya akan memberikan pemahaman mengenai pentingnya kesehatan kehamilan hingga asupan gizi pada keluarga.
“Itu yang harus mengawal betul. Tim pendamping keluarga ada 600 ribu, hanya mendampingi 4,8 juta setahun. Satu orang mendampingi kurang lebih delapan, itu cukuplah,” kata Hasto.
Sebelumnya secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy membeberkan angka bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan.
“Provinsi DKI Jakarta kasus BBLR juga meningkat,” kata Muhadjir.
Berdasarkan data milik Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2021, dia mengatakan kasus bayi dengan berat badan lahir rendah pada tahun 2018, disebutkan ada sebanyak 1.381 bayi atau dengan persentase 0,6 persen lahir dengan BBLR dari 210.284 bayi yang baru lahir.
Sedangkan pada tahun 2021, angka tersebut mengalami kenaikan menjadi dari 170.777 bayi yang lahir, 2.145 bayi atau sebesar 1,26 persen bayi dipastikan mengalami BBLR.
Menurutnya hal itu dapat terjadi, akibat ibu mengalami kekurangan gizi selama masa kehamilan, sehingga memberikan potensi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan anak.
Oleh sebab itu, perlu adanya peningkatan kemampuan pada aspek tenaga kesehatan dalam merawat bayi dengan BBLR di rumah sakit, serta menyediakan dukungan berupa sarana dan prasarana yang tidak murah karea perawatan membutuhkan waktu dari satu hingga dua bulan.
“Kita juga harus menyelesaikan masalah gizi pada remaja, ibu hamil, pasangan usia subur dan calon pengantin,” ujar dia.
Baca juga: Pantau kenaikan berat badan bumil cegah risiko bayi gagal tumbuh
Baca juga: Deteksi stunting, amati berat badan anak
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021