"Ada emisi pembakaran batu bara, emisi dari industri semen kemudian juga dari aktivitas penambangan emas skala kecil, inilah yang kemudian dalam Perpres tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri yang akan mengurangi dan ada yang dilarang sama sekali," ujar Dirjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Vivien dalam diskusi waspada merkuri, Jakarta, Selasa.
Terkait penggunaan merkuri di pertambangan emas, Vivien menegaskan bahwa dalam Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM) penggunaan merkuri telah dilarang untuk PESK.
Selain itu merkuri bisa masuk ke lingkungan melalui aktivitas manusia seperti, limbah insinerator dan krematorium, bocoran pada landfill atau tempat pembuangan akhir yang masuk ke dalam air tanah dan badan air. Hal itu berpotensi mengakibatkan merkuri masuk ke dalam rantai makanan yang ada di perairan.
Baca juga: Penelitian ungkap merkuri dalam jumlah besar telah mencemari laut terdalam
Baca juga: Misteri merkuri
Selain itu terdapat pula potensi pengendapan akibat emisi merkuri yang terendap di lingkungan ketika terjadi hujan, yang dapat membuat terjadi pencemaran merkuri di tanah.
Vivien mengingatkan bahwa paparan merkuri secara terus menerus terhadap tubuh dapat mengakibatkan berbagai dampak mulai dari kerusakan paru, kerusakan kulit, gangguan pencernaan, kerusakan ginjal serta kerusakan sistem saraf pusat.
"Bisa pada ibu hamil kalau dia memakan ikan, misalnya, yang mengandung merkuri maka bisa mengakibatkan kerusakan pada janin," katanya.*
Baca juga: Indonesia dorong kolaborasi global atasi perdagangan ilegal merkuri
Baca juga: KLHK: Fase kedua COP-4 Minamata akan diadakan 21-25 Maret di Bali
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021