"(Jumlah PNBP Perikanan terakhir dilihat tadi malam) Rp920 miliar, masih punya waktu beberapa hari (untuk sampai Rp1 triliun)," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, dalam konferensi pers bertajuk "Catatan Akhir Tahun 2021 dan Program Ekonomi Biru 2022" yang digelar di kantor KKP, Jakarta, Rabu.
Menurut dia, jumlah tersebut adalah pencapaian yang luar biasa meski dirinya menyatakan bahwa hal tersebut masih belum maksimal.
Menteri Kelautan dan Perikanan juga mengungkapkan bahwa sebenarnya dirinya mengalami stres selama beberapa bulan terkait dengan PNBP perikanan karena kerap dihubungi oleh kementerian lain mengenai PNBP Perikanan, apakah bisa menembus angka tahun lalu.
Baca juga: KKP siapkan Kampung Nelayan Maju untuk entaskan kemiskinan ekstrem
Namun, dirinya bangga bahwa KKP pada tahun 2021 ini sudah bisa melakukan banyak hal termasuk mencapai jumlah PNBP 2021 yang meningkat pesat dibanding tahun sebelumnya. "Tahun 2022, kalau kita menggunakan tagline accelerate (akselerasi/percepatan), insya Allah kita akan bisa lebih cepat lagi," katanya.
Trenggono mengingat bagaimana saat dirinya mencanangkan bahwa potensi PNBP perikanan di Tanah Air sebetulnya bisa mencapai Rp12 triliun per tahun, maka banyak yang mencemooh serta tidak sedikit yang mempercayai hal tersebut.
Padahal, dirinya menyatakan telah melakukan perhitungan beserta evaluasi dari data-data internasional sehingga hal itu diyakini dapat tercapai, apalagi potensi produksi kelautan dan perikanan nasional sekitar Rp224 triliun.
Baca juga: Tekan impor, KKP dorong inovasi rumput laut
Dengan kebijakan penangkapan terukur yang bakal dijalankan pada 2022, maka dia menegaskan bahwa direktorat jenderal perikanan tangkap harus siap pula untuk menjalankannya, dengan infrastruktur yang tersedia.
Menteri Trenggono meyakini bahwa pada tahun depan bisa mencapai lebih dari Rp3 triliun. "Kalau pada akhir tahun 2022, PNBP bisa mencapai Rp4 triliun, kita sudah setara dengan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)," katanya.
Belum lagi, lanjutnya, ada potensi tagihan sekitar Rp350 miliar terkait izin pengeboran migas di lautan, sehingga bila kalau sudah dibayar maka total akan bisa tembus Rp1,2 triliun atau sekitar dua kali lipat dari tahun sebelumnya.
Seperti diketahui, realisasi PNBP Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap pada tahun-tahun sebelumnya tidak mencapai jumlah tersebut, yaitu Rp643,6 miliar pada 2020, Rp559,7 miliar pada 2019, dan Rp519,33 miliar pada 2018.
Sebelumnya, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengingatkan bahwa regulasi yang terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor perikanan perlu mempertimbangkan banyak hal agar penerapannya juga sesuai dengan kondisi di lapangan.
"PNBP kelautan dan perikanan itu memang secara prinsip perlu ditingkatkan, karena pemanfaatan sumber dayanya juga besar dan terus meningkat. Tapi soal waktu, jenis, dan berapa banyak yang harus dipungut, itu harus mempertimbangkan banyak hal," kata Ketua Harian KNTI Dani Setiawan di Jakarta, Rabu (29/9).
Dani mengemukakan, hal yang harus dipertimbangkan apakah pengaturan PNBP perikanan tersebut secara momentum, karena hal itu dilakukan saat ini di tengah pemerintah justru sedang banyak memberi insentif keringanan pajak akibat pandemi.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021