Ketua PCNU Barru, Sulawesi Selatan, KH Dr Irham Djalil di Bandarlampung, Rabu, mengatakan metode musyawarah mufakat merupakan tradisi baik dari NU yang kini perlahan hilang tergerus metode pemungutan suara (voting).
"Kami menilai musyawarah mufakat yang harusnya menjadi model utama pengambilan keputusan. Pemungutan suara harusnya hanya menjadi model alternatif atau opsi terakhir saat terjadi kebuntuan," ujarnya.
Dia mengatakan muktamar merupakan tempat pertemuan ide, gagasan, aspirasi, maupun kepentingan lain yang meniscayakan perbedaan di antara para pemangku kepentingan. Namun, semua itu bisa dimusyawarahkan.
Baca juga: Yenni Wahid: Dua kandidat Ketum PBNU punya kedekatan dengan Gus Dur
Sayangnya, lanjut dia, tradisi tersebut perlahan hilang karena dari awal forum disetel untuk pemungutan suara yang memicu upaya mobilisasi suara, yang pada akhirnya memunculkan masalah di kemudian hari.
"Dalam beberapa forum muktamar terakhir juga muncul perbedaan tajam akibat pola voting dalam pemilihan ketua tanfidziyah. Maka kami berharap hal itu tidak selalu terulang di setiap forum muktamar sehingga dorongan musyawarah mufakat ini kami gaungkan dan sampaikan," katanya.
Irham Djalil mengatakan PCNU mendesak agar kepastian penggunaan musyawarah mufakat menjadi satu-satunya opsi pemilihan dalam regenerasi kepemimpinan di setiap level kepengurusan NU. Oleh karena itu, model pengambilan keputusan ini harus dikuatkan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU.
"Muktamar Lampung ini bisa menjadikan model musyarawarah mufakat sebagai metode pengambilan keputusan tidak hanya di level syuriah juga di level tanfidziyah," ujarnya.
Baca juga: Haedar Nashir berharap Muktamar ke-34 NU hasilkan kemaslahatan global
Selain itu, kata dia, forum ini juga bisa menjadi ruang revisi bagi AD/ART NU agar menggunakan musyawarah mufakat sebagai satu-satunya model pengambilan keputusan.
Untuk pergantian kepemimpinan, kata Irham Djalil, mekanisme Ahlul Halli wal Aqdi (Ahwa) atau melalui musyawarah para kiai senior yang diterapkan pada pemilihan Rais Aam di level syuriah bisa juga dipakai untuk memilih Ketua Umum PBNU di leval tanfidziyah.
Sejumlah PCNU se-Indonesia menyampaikan keprihatianan atas mengerasnya perbedaan cara pandang dalam menyikapi perbedaan dalam forum muktamar. Mereka mendorong penggunaan musyawarah mufakat untuk model utama pengambilan keputusan.
Tergabung dalam perwakilan forum PCNU tersebut Ketua Tanfidz PCNU Barru KH. Irham Jalil, Ketua PCNU Jeneponto Syamsul Kamal, Ketua Tanfiziyah PCNU Paser Hairul Huda, Ketua PCNU Kotawaringin Barat Habib Abdurrahman Al Qodri, Ketua PCNU Konawe Utara Dahlan Sudeking LC, Ketua PCNU Sumedang KH. Idad Istidad, Ketua PCNU Kota Cimahi KH. Enjang Nasrullah, Ketua PCNU Kota Tangsel Abdullah Mas'ud, dan Ketua PCNU Kab Tangerang KH. Uhi Sholahi, Ketua PCNU Touna Hasan Sulteng Lasiata, Ketua PCNU Kabupaten Polman M Arsyad M.Si, Ketua PCNU Kulon Progo Luqman Arifin Fathul Huda, Ketua PCNU Siak KH Thoyib, Ketua PCNU Kota Pontianak Ahmad Faruki, Ketua PCNU Jombang KH Salam Yazid, dan Ketua PCNU Jember KH Abdullah Syamsul Arifin.
Baca juga: Alumni Ikatan Pelajar NU dorong muktamar beri perhatian ke milenial
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021