"Digitalisasi bansos yang sekarang mau diterapkan, direncanakan baru diimplementasikan pada 2024. Menurut kami ini terlalu lambat, terlalu lama, perlu ada percepatan," kata Hendri dalam webinar "Refleksi Ekonomi Akhir Tahun 2021" yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, big data yang telah terbentuk nantinya dapat bisa diolah oleh suatu lembaga pemerintah yang juga memiliki wewenang untuk membagikan data tersebut ke stakeholder terkait.
Pengolahan big data bansos, menurut dia, dapat mengikuti data kependudukan dan catatan sipil (dukcapil) yang saat ini bisa digunakan banyak pihak.
Baca juga: CORE: Dampak belanja pemerintah terhadap ekonomi berkurang di 2022
"Bagaimana big data ini bisa dimanfaatkan agar membantu juga percepatan pembangunan ekonomi," imbuh Hendri.
Lebih lanjut, ia mencontohkan data 18,8 juta penerima bansos yang digunakan menjadi big data dapat bermanfaat untuk penerima bansos itu karena pemerintah akan dapat melihat kebutuhan apa yang diperlukan oleh penerima bansos di suatu daerah.
"Maka akan bisa kelihatan kelompok paling bawah penerima bansos itu mereka perlunya karbohidrat dari apa, daerah apa perlu pertanian atau produk protein apa," lanjutnya.
Dengan demikian, Hendri memandang digitalisasi bisa memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat Indonesia.
Baca juga: Ekonom CORE sebut diperlukan strategi agar dampak digitalisasi merata
Baca juga: CORE: potensi kenaikan bunga kredit bank di 2022 patut diwaspadai
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2021