Kantor Staf Presiden (KSP) menyebut kemitraan peternak rakyat dengan peternak skala menengah dan besar harus dievaluasi agar dapat membenahi persoalan produksi yang menyebabkan kenaikan harga telur di tengah meningkatnya permintaan (demand) seperti sekarang ini.
"Tidak mulusnya pola kemitraan itu membuat sistem produksi peternak rakyat tidak kuat," kata Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Bustanul Arifin di Gedung Bina Graha, Jakarta, Kamis, menanggapi kenaikan harga telur dalam beberapa hari terakhir.
Menurut Bustanul, sistem produksi peternakan telur ayam secara nasional kurang kuat. Hal itu, kata dia, karena peternak kecil atau peternak rakyat, banyak yang gulung tikar saat dihantam pandemi COVID-19 varian Delta pada pertengahan 2021.
Oleh karena banyaknya peternak rakyat yang tutup, akhirnya produksi telur nasional tidak mampu memenuhi kenaikan permintaan saat menjelang Natal dan Tahun Baru seperti saat ini. Terlebih, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) telah dilonggarkan, yang membuat permintaan telur semakin meningkat.
“Sehingga saat permintaan naik seperti saat Natal dan Tahun Baru, peternak kesulitan memenuhinya," ucap Bustanul.
Baca juga: Polri pastikan ketersediaan bahan pokok aman jelang akhir tahun
Baca juga: Harga telur naik, peternak sebut permintaan meningkat
Ia menilai, jika pemerintah melakukan intervensi dengan pengaturan harga referensi justru tidak akan memecahkan masalah, melainkan malah akan memunculkan masalah lain dengan dimensi yang berbeda.
"Ini masalanya pada struktural. KSP akan mengkomunikasikannya pada Kementerian Pertanian (Kementan), termasuk soal batasan pembudidayaan ayam petelur yang dilakukan oleh pihak integrator," tutur Bustanul Arifin.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Unggas Nusantara Kadma Wijaya mengatakan kenaikan harga telur ayam ras dalam beberapa hari terakhir karena permintaan yang mulai naik, baik secara individu, maupun dari tempat-tempat hiburan.
"Permintaan naik, pembuatan kue mulai banyak, sudah mulai aktivitas tempat hiburan, dan pusat perbelanjaan sudah ramai," ujar Kadma.
Selain itu, Kadma menyampaikan bahwa adanya bantuan sosial telur juga disebut menjadi pendorong naiknya harga telur yang di beberapa wilayah mencapai Rp34.000 per kilogram.
Kadma menambahkan produksi peternak mandiri yang berkurang 50 - 60 persen akibat kerugian yang diderita saat harga telur anjlok pada Juli lalu juga menicu naiknya harga telur.
"Produksi menurun karena akibat dampak kerugian yang diderita sejak harga telur yang murah akhir Juli lalu," tukas Kadma.
Menurut Kadma, peternak berharap agar harga telur stabil di tingkat peternak maupun konsumen. Namun, ia meminta pemerintah untuk tetap memerhatikan peternak telur.
"Harapan dari peternak inginnya harga telur stabil ditingkat peternak maupun ditingkat konsumen, kuncinya ada di pemerintah. Agar pemerintah ada kemauan untuk melindungi rakyatnya," tutur Kadma.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021