Indonesia diberi kepercayaan memimpin sebuah forum dunia yakni G20 yang beranggotakan 19 negara anggota ditambah Uni Eropa yang memiliki share terhadap 80 persen Produk Domestik Bruto (PDB) global.Studi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama Universitas Indonesia menyebutkan forum G20 yang diselenggarakan di Indonesia berpotensi menciptakan lapangan kerja bagi 33.000 orang
Keanggotaan G20 juga berkontribusi terhadap 75 persen perdagangan internasional dan 60 persen populasi global sehingga mampu mempengaruhi pergerakan ekonomi, perdagangan maupun investasi.
G20 bekerja sama dengan organisasi internasional untuk merumuskan tindakan dan kebijakan yang konkret dalam menetapkan standar, prinsip, serta pedoman untuk mengatasi tantangan ekonomi global.
Gelaran G20 yang dipimpin oleh Indonesia atau dikenal dengan Presidensi G20 Indonesia mulai digelar pada 1 Desember 2021 setelah keketuaan ini resmi diserahkan oleh Italia sebagai pemimpin Presidensi G20 sebelumnya.
Indonesia pun mengemban tanggung jawab besar selain meneruskan agenda-agenda yang belum selesai pada Presidensi periode-periode sebelumnya sekaligus juga merancang dan merumuskan peta jalan pemulihan global.
Upaya untuk mengeluarkan dunia dari krisis kesehatan pandemi COVID-19 menjadi tekad Presiden Joko Widodo beserta seluruh Kabinet Indonesia Maju sebagai pemimpin gelaran Presidensi G20 tahun 2022.
Indonesia pun mendorong negara-negara anggota G20 untuk saling bersinergi dalam menghasilkan berbagai kebijakan demi memulihkan global baik dari sisi ekonomi, sosial, politik termasuk kesehatan.
Pemulihan yang merata bagi seluruh negara terutama negara berkembang dan miskin menjadi target utama Presidensi G20 Indonesia mengingat setelah pandemi COVID-19 berjalan selama dua tahun ternyata masih ada negara yang tertinggal.
Dengan tema yang diangkat bertajuk Recover Together, Recover Stronger maka forum G20 pada 2022 akan diarahkan kepada ambisi dan aksi global untuk pulih bersama dan berinvestasi bagi masa depan yang lebih kuat.
Baca juga: Kemenko: KTT G20 akan berefek ganda pada perekonomian Indonesia
Presidensi G20 tahun 2022 yang digelar di Indonesia akan menjadi wadah untuk mengangkat isu yang mampu mendorong pemulihan ekonomi secara lebih tangguh dan berkelanjutan.
Forum G20 ini akan memilih isu-isu strategis pendorong pemulihan yang akan dibahas dalam sekitar 127 pertemuan sebelum menuju Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada Oktober 2022.
Jenis pertemuan G20 terdiri atas ministerial and deputies meetings atau pertemuan tingkat menteri dan deputi, kelompok kerja atau working groups oleh para ahli dari negara G20 serta KTT yang merupakan klimaks pertemuan G20 atau rapat tingkat kepala negara.
Dalam Forum G20 terdapat dua jalur pembahasan agenda yakni Jalur Keuangan atau Finance Track yang membahas ekonomi dan keuangan serta Jalur Sherpa atau Sherpa Track yang fokus pada isu yang lebih luas.
Tiga fokus
Sebagai pemegang Presidensi G20 pada 2022 , Indonesia akan fokus pada tiga isu strategis yang meliputi penanganan kesehatan yang inklusif, transformasi ekonomi berbasis digital dan transisi menuju energi berkelanjutan.
Penanganan kesehatan yang inklusif melalui transformasi sistem kesehatan global dilakukan dengan meningkatkan produksi vaksin dan produk medis demi memenuhi kebutuhan seluruh negara terutama negara miskin.
Vaksinasi di negara-negara maju telah mencapai 80 persen sedangkan negara miskin masih banyak yang memiliki tingkat vaksinasi di bawah 40 persen dari populasinya.
Realisasi itu sangat berbanding terbalik dari arahan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mendorong vaksinasi dosis kedua harus mencapai 40 persen dari total penduduk pada akhir 2021.
Oleh sebab itu, Indonesia dibantu tim Bank Dunia dan tim dari WHO untuk menyusun dan membangun mekanisme global health fund serta bekerja sama dengan perusahaan internasional berskala besar untuk akses pendanaan vaksin dan obat-obatan.
Presidensi Indonesia juga menyelaraskan standar protokol kesehatan global agar seluruh sistem yang digunakan di masing-masing negara sama sehingga semua data yang dibutuhkan tersedia seperti layaknya paspor di bidang imigrasi.
Masih dari sisi kesehatan, Presidensi Indonesia turut mengembangkan pusat manufaktur dan pengetahuan global untuk pencegahan, kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi maupun krisis kesehatan lainnya.
Beralih ke fokus transformasi ekonomi dan digital, hal ini akan dilakukan dengan perumusan dengan kebijakan yang mendorong penciptaan nilai tambah bagi perkembangan digitalisasi.
Upaya ini dinilai akan menciptakan pemulihan yang lebih inklusif dan cepat khususnya bagi sektor bidang perekonomian yang sangat terdampak pandemi dan belum tersentuh oleh digitalisasi seperti UMKM sekaligus mempercepat inklusi keuangan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika pun menyiapkan Digital Transformation Expo pada acara Digital Economy Working Group (DEWG) G20 sehingga negara anggota akan memiliki mandat yang lebih jelas dan terstruktur terkait isu digital.
DEWG ini memiliki tiga isu prioritas yaitu pemulihan dan konektivitas pascaCOVID-19, literasi digital dan keterampilan data digital serta arus lalu lintas data lintas negara dan arus data bebas dengan kepercayaan.
Fokus terakhir yaitu transisi energi dengan mendorong perencanaan prioritas untuk mempercepat penggunaan sumber energi yang lebih ramah lingkungan sehingga transisi energi menjadi salah satu pilot project atau proyek percontohan yang dibawa Indonesia saat memimpin Presidensi G20 termasuk terkait mempensiunkan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara untuk beralih ke energi terbarukan (EBT).
Indonesia juga menjadi penggerak pertama pajak karbon dunia dengan implementasi pada 2022 dan mendorong sektor-sektor ekonomi menjadi net zero emission atau bebas emisi karbon.
Exit strategy
Exit strategy atau kebijakan bersama untuk keluar dari strategi merupakan tujuan utama Presidensi G20 Indonesia namun harus dilakukan secara gradual untuk menghindari prematur normalisasi dan pemulihan.
Terlebih lagi, International Monetary Fund (IMF) memberikan ulasan bahwa outlook ekonomi global relatif dalam jalur pemulihan namun kecepatannya lebih lambat karena masih ada risiko yang dihadapi.
Risiko itu meliputi faktor kesehatan, tekanan inflasi, risiko supply side, shock dalam produksi termasuk perubahan iklim sehingga masih akan sangat memberi pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi ke depannya.
Gubernur Indonesia Perry Warjiyo menyatakan jika exit strategy dilakukan terlalu cepat akan berbahaya pada proses pemulihan yang sedang berlangsung namun jika exit strategy terlalu lama akan mengganggu stabilitas sistem keuangan dalam jangka menengah panjang.
Baca juga: Menko Airlangga: Presidensi G20 tingkatkan kepercayaan investor global
Oleh sebab itu, exit strategy harus dirancang secara penuh, matang serta dikomunikasikan secara baik dan bertahap terutama kepada pasar terkait normalisasi masing-masing prioritas.
Exit strategy ini termasuk terkait mengatasi dampak berkepanjangan atau scarring effect dari pandemi dalam jangka menengah panjang mengingat tanpa kebijakan struktural maka akan menyulitkan pemulihan ekonomi.
Exit strategy tidak bisa hanya dilihat dari sektor ekonomi saja melainkan juga dari sisi tenaga kerja yang turut terganggu mengingat adanya kebutuhan skill terkait informasi teknologi (IT) yang meningkat.
Manfaat bagi Indonesia
Momentum kesempatan menjadi Presidensi hanya terjadi 20 tahun sekali sehingga akan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memberi nilai tambah bagi pemulihan nasional termasuk dari sisi ekonomi serta kepercayaan masyarakat domestik dan internasional.
Ribuan masyarakat Indonesia akan terlibat dalam perhelatan G20 ini sehingga berpotensi meningkatkan perekonomian daerah-daerah yang menjadi tempat acara seperti Bali, Jakarta dan beberapa daerah lain.
Studi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama Universitas Indonesia menyebutkan forum G20 yang diselenggarakan di Indonesia berpotensi menciptakan lapangan kerja bagi 33.000 orang.
Gelaran ini turut berpotensi meningkatkan PDB nasional mencapai Rp7,43 triliun serta manfaat ekonomi lainnya sebanyak 1,5 kali lipat dibandingkan IMF-World Bank Annual Meeting 2018 di Bali.
Mengutip laman resmi Bank Indonesia, Presidensi G20 di tengah pandemi membuktikan persepsi yang baik atas resiliensi ekonomi Indonesia terhadap krisis.
Pemilihan Indonesia untuk memimpin G20 juga merupakan bentuk pengakuan atas statusnya sebagai salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia yang juga dapat merepresentasikan negara berkembang lainnya.
Indonesia dapat mengorkestrasi agenda pembahasan pada G20 agar mendukung dan berdampak positif dalam pemulihan aktivitas perekonomian Indonesia.
Presidensi ini menjadi kesempatan untuk menunjukkan kepemimpinan Indonesia dalam bidang diplomasi internasional dan ekonomi di kawasan mengingat Indonesia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang menjadi anggota G20.
Fokus perhatian dunia juga akan fokus kepada Indonesia khususnya para pelaku ekonomi dan keuangan yang dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan berbagai kemajuan yang telah dicapai kepada dunia.
Pertemuan-pertemuan G20 di Indonesia sekaligus menjadi sarana memperkenalkan pariwisata dan produk unggulan nasional kepada dunia. Dalam hal ini, Indonesia menjadi titik awal pemulihan keyakinan pelaku ekonomi pascapandemi baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Baca juga: Menkominfo beberkan tiga agenda digital prioritas Presidensi G20
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021