Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan Ronny Bako mengatakan pemerintah perlu terus menyosialisasikan tata cara program pengungkapan sukarela (PPS) pajak atau tax amnesty jilid kedua.Kejelasan tahapan tersebut yang akan mendorong wajib pajak untuk mengungkapkan kekayaannya kepada pemerintah secara sukarela
"Harus ada sosialisasi SOP (standard operational procedure). Apa yang harus diungkapkan, dan bagaimana, itu harus jelas," kata Ronny kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.
Kejelasan tahapan tersebut yang akan mendorong wajib pajak untuk mengungkapkan kekayaannya kepada pemerintah secara sukarela.
Ronny memandang efektivitas dari program ini baru dapat terlihat setelah ditutup pada 30 Juni 2022. Namun, ia memastikan program ini dapat meningkatkan penerimaan negara.
"Setelah enam bulan dijalankan, berarti ada tambahan data untuk pemerintah yang tinggal menindaklanjuti, sehingga wajib pajak tidak hanya patuh, tapi juga taat," katanya.
Ia juga berharap program ini menjadi kesempatan terakhir bagi WP yang belum patuh untuk melaporkan hartanya. Ke depan, ia berharap pemerintah tidak lagi membuat program serupa.
"Kalau ada orang yang tidak mengungkapkan sukarela hartanya, ya tagih dan sita. Pemerintah sudah punya data siapa saja WP yang belum mengungkapkan, jadi nanti tinggal penegakan hukum saja," ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan untuk mengikuti PPS, wajib pajak orang pribadi dapat melaporkan hartanya secara sukarela melalui aplikasi pengungkapan dan pembayaran https://pajak.go.id/pps selama 24 jam dalam 7 hari sejak tanggal 1 Januari 2022.
Baca juga: Pengamat: Program pengungkapan pajak sukarela tambah penerimaan negara
Baca juga: Dirjen Pajak sebut 326 Wajib Pajak ikut Program Pengungkapan Sukarela
Baca juga: Realisasi pendapatan negara Rp2.003,1 triliun, tembus target APBN 2021
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022